Thank You Dad!
Setelah beberapa saat berpelukan, Jayden memutuskan untuk mengajak kedua anaknya untuk duduk bersama. Mereka berdua dengan penuh antusias mengikuti permintaan sang ayah dan duduk di sampingnya.
"Dengar, nak-nak," ucap Jayden dengan suara lembut namun penuh kehangatan, "Kalian berdua adalah anugerah terbesar dalam hidup Ayah. Meskipun kita harus melewati berbagai cobaan dan kesulitan, tapi kita selalu ada satu sama lain, bukan?"Raden dan Jorell mengangguk setuju, sorot mata mereka penuh dengan kepercayaan pada ayah mereka.
"Kalian berdua adalah dua pilar kekuatan Ayah. Kita harus saling mendukung, saling mencintai, dan selalu bersama, tidak peduli apa yang terjadi," lanjut Jayden dengan penuh semangat. Kedua anaknya mendengarkan dengan serius, menggenggam erat tangan Jayden sebagai tanda persetujuan mereka atas kata-kata ayah mereka.
"Kita adalah satu keluarga yang kuat, dan bersama-sama kita bisa menghadapi segala hal. Saya sangat bangga menjadi Ayah dari kalian berdua," tambah Jayden, matanya berbinar melihat wajah-wajah kecil yang penuh cinta di depannya.Kemudian, mereka bertiga melanjutkan hari mereka dengan kebersamaan yang tak tergantikan, siap menghadapi masa depan dengan penuh semangat dan keyakinan bahwa bersama-sama, mereka bisa mengatasi segala rintangan.
Saat jam makan malam..
Dengan cinta dan keahlian yang dimilikinya, Jayden berdiri di dapur untuk menyiapkan makan malam untuk keluarganya. Dia memilih resep favorit keluarga dan mulai menyiapkan bahan-bahannya dengan penuh perhatian. Di sepanjang proses memasak, aroma harum mulai mengisi rumah mereka, menciptakan suasana hangat dan menyenangkan. Jayden tersenyum puas melihat panci dan peralatan memasak yang bersemangat di atas kompor.
Sementara itu, Raden dan Jorell duduk di meja makan, menunggu dengan sabar sambil berbincang-bincang tentang berbagai hal yang mereka alami hari ini. Mereka berdua saling tertawa dan bercanda, membuat Jayden semakin bahagia melihat kebersamaan mereka. Setelah beberapa saat, Jayden memanggil mereka untuk makan malam. Mereka bertiga duduk di sekitar meja makan yang dipenuhi dengan hidangan lezat yang disiapkan Jayden. Mereka berdoa bersama sebelum memulai makan, mengucapkan terima kasih atas makanan dan kebersamaan yang mereka miliki.
Makan malam pun dimulai dengan penuh kebahagiaan. Mereka berbagi cerita tentang hari mereka, tertawa, dan menikmati hidangan bersama-sama. Jayden melihat betapa bahagianya kedua anaknya, dan dia merasa sangat bersyukur atas momen-momen indah seperti ini. Di tengah-tengah makan malam, Jayden tidak bisa menahan diri untuk tidak merangkul kedua anaknya, merasa penuh syukur atas keberadaan mereka dalam hidupnya. Mereka adalah segalanya baginya, dan dia berjanji untuk selalu menjadi ayah yang mendukung dan menyayangi mereka sepanjang hidupnya.
Ketika mereka berjalan bersama menuju ruang tunggu, Jorell merasa ada beban yang mengganjal dalam hatinya. Dia ingin tahu mengapa kakaknya, Raden, dibully oleh para senior di sekolah. Dengan ragu, dia akhirnya mengeluarkan keberaniannya untuk bertanya.
"Kak, kenapa tadi kamu dibully oleh senior? Apa yang mereka mau dari kita?" tanya Jorell dengan suara lembut, tetapi penuh kekhawatiran. Raden menghentikan langkahnya sejenak, wajahnya tampak serius. Dia tahu bahwa Jorell berhak tahu kebenaran, meskipun itu mungkin membuatnya terluka. Namun, dia juga sadar bahwa Jorell adalah adiknya yang penuh kepedulian dan perhatian.
"Jorell, sebenarnya... Mereka membullyku karena mereka tahu bahwa kita tidak memiliki ibu," jawab Raden dengan suara yang bergetar sedikit Jorell terdiam sejenak, mencerna jawaban kakaknya dengan hati yang terasa berat. Dia bisa merasakan betapa sulitnya bagi Raden untuk mengungkapkan hal itu. Namun, dia juga merasa semakin bertekad untuk melindungi kakaknya.
"Kak, kamu tidak perlu khawatir. Kita mungkin tidak memiliki ibu, tapi kita memiliki satu sama lain dan Ayah. Kita adalah keluarga yang kuat, dan kita akan selalu saling melindungi," kata Jorell dengan penuh keyakinan, mencoba menghibur kakaknya. Raden tersenyum lembut mendengar kata-kata adiknya. Dia merasa lega karena memiliki Jorell sebagai saudara yang selalu ada untuknya. "Terima kasih, Jorell. Kamu selalu menjadi sumber kekuatan bagiku," ucap Raden sambil memeluk erat adiknya.
Kedua saudara itu melanjutkan langkah mereka dengan hati yang lebih ringan.
Saat mereka berjalan menuju ruang tunggu, Raden menoleh ke arah Jorell dengan senyum tipis. "Kamu ada latihan karate setelah sekolah nanti, kan?" tanyanya sambil menggandeng tangan adiknya. Jorell menggelengkan kepalanya. "Tidak, kak. Saya pikir saya akan pulang langsung." Raden mengangguk memahami, lalu bergantian bertanya, "Kamu punya les setelah sekolah, Jorell?" Jorell menggeleng, "Tidak, kak. Aku juga tidak punya les hari ini." Mereka berdua lalu hampir secara bersamaan menoleh ke arah sang ayah yang duduk di kursi ruang tunggu, senyum terpampang di wajah mereka.
Mereka berdua serentak berlari kecil kearah sang ayah yang sibuk menoleh kanan dan kiri artinya ia mencari keberadaan kedua pangeran kecilnya itu. Tiba tiba sang ayah kaget dengan kehadiran kedua putranya itu tak lupa kedua putranya itu bercucuran keringat dan nafas yang memburu. "Dengar, Ayah," kata Raden dengan penuh semangat, "Apakah kita bisa pulang bersama dan menghabiskan waktu bersama setelah sekolah?"
Jorell segera menambahkan, "Kami ingin menghabiskan waktu bersama-sama dengan Ayah. Kita bisa bermain bersama atau pergi jalan-jalan." Sang ayah, Jayden, tersenyum bahagia mendengar permintaan anak-anaknya. "Tentu saja, sayang-sayangku. Saya sangat senang bisa menghabiskan waktu bersama kalian berdua," jawabnya sambil bangkit dari kursinya.
Kemudian, mereka bertiga melanjutkan perjalanan pulang dengan hati yang penuh kegembiraan, siap untuk menghabiskan waktu berkualitas bersama-sama. Sesaat kemudian mereka masih memikirkan akan kemana.
Beberapa Menit Kemudian..
Setelah berunding sejenak, mereka memutuskan untuk pergi ke tempat makanan cepat saji yang menjadi favorit mereka. Dengan langkah ceria, Jayden menggandeng tangan kedua anaknya saat mereka berjalan menuju restoran tersebut.
Sesampainya di tempat makanan cepat saji, aroma makanan yang menggugah selera menyambut mereka. Mereka berdua melihat menu dengan antusias, berdiskusi tentang makanan apa yang ingin mereka nikmati hari ini.
"Jorell ingin burger dan kentang goreng!" seru Jorell dengan semangat.
"Raden juga mau burger, tapi tambahkan es krim sebagai pencuci mulut!" tambah Raden dengan senyum cerah.
Jayden tersenyum melihat kegembiraan anak-anaknya. "Baiklah, burger dan kentang goreng untuk kalian berdua, dan es krim sebagai penutupnya," jawabnya dengan senyum. Mereka menempati sebuah meja di restoran tersebut dan segera memesan makanan yang mereka inginkan. Saat menunggu pesanan mereka datang, mereka berbincang-bincang tentang berbagai hal yang terjadi selama hari itu, tertawa dan berbagi cerita.
Ketika pesanan mereka tiba, mereka menikmati makanan mereka dengan lahap. Suasana di meja mereka penuh dengan tawa dan keceriaan, membuat mereka merasa bahagia bisa menghabiskan waktu bersama-sama. Setelah mereka selesai makan, mereka berdua duduk sejenak sambil menikmati kehangatan dan kebersamaan. Jayden merasa begitu bersyukur atas momen indah ini bersama anak-anaknya.
Setelah itu, mereka bersama-sama meninggalkan restoran, memulai perjalanan pulang sambil berbagi tawa dan cerita.
Malam tiba..
Malam itu, setelah kembali ke rumah dari perjalanan mereka, Jayden dan kedua anaknya, Raden dan Jorell, menghabiskan waktu bersama dalam kedamaian dan kebersamaan. Mereka duduk bersama di ruang tamu, sambil menonton film favorit mereka atau bermain beberapa permainan papan yang mereka sukai. Suasana yang hangat dan akrab mengisi rumah mereka, dihiasi dengan tawa dan cerita dari hari itu.
Saat malam semakin larut, mereka memutuskan untuk beristirahat. Sebelum tidur, Jayden membacakan cerita kepada kedua anaknya seperti yang biasa dia lakukan setiap malam. Mereka berdua mendengarkan dengan penuh antusias, tersenyum di bawah cahaya lembut lampu tidur. Setelah cerita selesai, Jayden menyalakan lampu tidur kecil di samping tempat tidur mereka dan memberikan pelukan hangat sebelum mematikan lampu. Mereka tertidur dengan damai, dalam kehangatan dan cinta dari sang ayah.
Jayden mengamatinya sejenak, tersenyum melihat wajah damai kedua anaknya saat mereka terlelap dalam tidur. Dia merasa begitu bersyukur memiliki mereka dalam hidupnya, dan berjanji untuk selalu menjadi ayah yang hadir dan mencintai mereka sepenuh hati. Setelah memastikan bahwa kedua anaknya tidur nyenyak, Jayden juga mempersiapkan diri untuk beristirahat. Dia berharap bahwa esok hari akan membawa kebahagiaan dan keberkahan bagi keluarganya, dan bersyukur atas semua berkah yang telah diberikan kepadanya. Dalam keheningan malam, rumah mereka dipenuhi dengan damai dan ketenangan, sebagai tempat di mana cinta dan kasih sayang selalu ada.
Tiga Tahun Kemudian.. Tahun berjalan dengan cepat, tidak ada yang dapat menyadari sekarang, bahwa kedua putra dari Jayden telah menjadi remaja yang baru saja memasuki masa pubertas mereka.
Tiga tahun telah berlalu sejak malam itu. Kini, Raden dan Jorell telah tumbuh menjadi remaja yang tangguh dan penuh semangat, memasuki masa pubertas mereka dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam tubuh dan pikiran mereka. Mereka berdua telah menemukan minat dan bakat mereka masing-masing. Raden menunjukkan ketertarikan pada musik dan seni visual, sementara Jorell menonjol dalam olahraga, terutama sepak bola dan karate. Meskipun memiliki minat yang berbeda, kedua saudara kembar ini tetap dekat dan saling mendukung satu sama lain.
Jayden dengan bangga menyaksikan perkembangan dan pertumbuhan kedua anaknya. Dia berusaha untuk tetap menjadi ayah yang hadir dan mendukung mereka dalam setiap langkah perjalanan hidup mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah mengalami berbagai tantangan dan kebahagiaan bersama. Ada tawa dan tangis, suka dan duka, namun satu hal yang tetap tak berubah: cinta dan kebersamaan yang mengikat keluarga mereka.
Saat mereka memasuki masa remaja, Jayden berjanji untuk terus menjadi pendamping dan tempat perlindungan bagi Raden dan Jorell. Dia berharap agar mereka berdua selalu mampu menghadapi setiap rintangan dengan keberanian dan keteguhan hati, sambil tetap menjaga nilai-nilai keluarga yang telah diajarkan kepadanya. Kini, di depan mereka terbentang masa depan yang penuh dengan potensi dan harapan. Dengan cinta dan dukungan dari Jayden, serta kekuatan persaudaraan yang mereka miliki, mereka siap untuk menghadapi segala tantangan dan mengejar impian mereka dengan penuh semangat.
Acara Penerimaan Siswa Baru Disekolah..
Suasana di sekolah begitu ceria pada hari Penerimaan Siswa Baru. Segenap siswa dan staf sekolah bersemangat menyambut kedatangan calon siswa baru beserta orang tua mereka. Di ruang serbaguna, panggung telah disiapkan untuk acara sambutan.
Kepala Sekolah, Ibu Amanda, berdiri di panggung dengan senyuman ramah. Dia menyambut semua tamu dengan hangat dan memberikan sambutan yang penuh semangat. "Selamat datang kepada semua calon siswa baru dan orang tua yang hadir hari ini! Kami sangat senang bisa menyambut kalian semua di sekolah kami," ucap Ibu Amanda dengan suara yang penuh kegembiraan.
Setelah sambutan dari kepala sekolah, ada presentasi singkat yang memperkenalkan sekolah kepada calon siswa dan orang tua mereka. Mereka diberikan informasi tentang kurikulum, kegiatan ekstrakurikuler, fasilitas sekolah, dan nilai-nilai yang ditanamkan di sekolah tersebut. Selanjutnya, ada sesi tanya jawab di mana orang tua dan calon siswa bisa bertanya tentang segala hal yang mereka ingin ketahui tentang sekolah. Staf sekolah dengan ramah menjawab setiap pertanyaan dengan rinci, membantu para tamu merasa lebih percaya diri dalam memilih sekolah untuk anak mereka.
Setelah acara resmi selesai, para calon siswa dan orang tua mereka diajak untuk tur keliling sekolah. Mereka diajak mengunjungi ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, dan fasilitas lainnya. Staf dan guru sekolah siap memberikan penjelasan lebih lanjut dan menjawab pertanyaan selama tur tersebut. Di akhir acara, para tamu diberikan informasi mengenai proses pendaftaran dan langkah-langkah selanjutnya. Mereka diberikan brosur dan formulir pendaftaran sebagai panduan.
Semua acara berjalan dengan lancar dan penuh antusiasme. Para calon siswa dan orang tua mereka meninggalkan sekolah dengan senyuman di wajah, merasa lebih yakin dan terkesan dengan sekolah yang mereka kunjungi. Acara Penerimaan Siswa Baru di sekolah tersebut dianggap sebagai kesuksesan yang besar, dan semua orang merasa optimis tentang masa depan yang cerah bagi siswa baru yang akan bergabung dengan komunitas sekolah mereka.
Setelah Acara Selesai..
Dengan senyuman hangat, Jayden mendekati kedua putranya setelah acara Penerimaan Siswa Baru berakhir. Dia ingin mendengar pendapat mereka tentang kemungkinan untuk memasukkan mereka ke sekolah tersebut.
"Raden, Jorell, ada sesuatu yang ingin Ayah tanyakan padamu," ucap Jayden dengan penuh kelembutan. "Apakah kalian berdua setuju jika Ayah memasukkan kalian ke sekolah ini?" Raden dan Jorell saling bertatapan sebelum melihat kembali ke arah ayah mereka. Wajah mereka penuh dengan ekspresi campuran antara kegembiraan dan kekhawatiran.
"Kami sangat senang dengan sekolah ini, Ayah," ujar Raden dengan suara yang penuh kepastian. "Fasilitasnya bagus, kurikulumnya menarik, dan suasana sekolahnya sangat ramah." Jorell menambahkan dengan cepat, "Iya, Ayah. Dan aku mendengar dari para senior-senior bahwa guru-gurunya sangat mendukung dan penuh semangat dalam mengajar. Aku pikir akan menyenangkan menjadi bagian dari sekolah ini."
Mendengar tanggapan positif dari kedua putranya, Jayden merasa lega. Dia merasa bahagia bahwa mereka berdua juga merasa nyaman dan antusias dengan sekolah tersebut. "Baiklah, kalau begitu. Jika kalian berdua setuju, Ayah akan segera mengurus pendaftaran kalian ke sekolah ini," jawab Jayden sambil tersenyum. "Saya yakin kalian akan memiliki pengalaman yang luar biasa di sini."
Kedua putra Jayden tersenyum lebar, penuh antusias. Mereka merasa senang dan siap untuk memulai petualangan baru di sekolah tersebut. Dengan keputusan yang sudah diambil, mereka berdua merasa semakin dekat dengan masa depan yang cerah di sekolah baru mereka.
Beberapa Minggu Setelah Penerimaan Siswa Baru..
(pov Raden)
Di dalam kelas yang baru, suasana penuh dengan kegembiraan dan kecanggungan. Raden berdiri di depan teman sekelasnya, menghadapi momen yang menegangkan namun juga mendebarkan saat dia akan memperkenalkan dirinya di depan mereka.
"Dia adalah Raden," kata guru kelas sambil memperkenalkan Raden kepada teman-teman sekelasnya. "Dia adalah siswa baru kita. Mari kita berikan sambutan hangat padanya." Raden tersenyum, merasa sedikit gugup namun juga bersemangat. "Halo semuanya, saya Raden," ucapnya dengan suara yang berusaha tetap tenang. "Saya senang bisa bergabung dengan kalian di kelas ini. Saya suka musik dan seni, dan saya berharap bisa menjadi teman baik bagi kalian semua."
Teman-teman sekelasnya memberikan sambutan hangat kepada Raden, menghiburnya dengan senyum dan sapaan ramah. Beberapa di antara mereka mengajaknya duduk bersama atau mengajaknya bermain selama istirahat. Raden merasa lega melihat respons positif dari teman-teman barunya. Dia mulai merasa lebih nyaman dan percaya diri di kelas yang baru ini.
Sementara itu, Jorell juga berada di kelasnya sendiri, mengalami momen yang serupa dengan Raden. Dia juga sedang memperkenalkan dirinya di depan teman-teman sekelasnya dan guru kelasnya.
(pov Jorell)
Jorell merasa canggung dan tidak nyaman saat memperkenalkan dirinya di depan teman sekelas dan guru kelasnya di sekolah baru. Namun, yang membuatnya lebih merasa terpukul adalah tanggapan yang kurang ramah dari sebagian teman sekelasnya.
Ketika Jorell selesai memperkenalkan diri, terdapat keheningan yang agak tidak nyaman di kelas. Beberapa teman sekelasnya tampak tidak terlalu tertarik atau bahkan acuh terhadapnya. Beberapa di antaranya bahkan mengerutkan kening atau bertukar pandang dengan ekspresi yang kurang ramah. Merasa sedikit kecewa dan terpukul, Jorell berusaha untuk tetap tegar. Dia mencoba untuk tersenyum dan berpura-pura seolah-olah situasi tersebut tidak mempengaruhi dirinya, meskipun di dalam hatinya merasa sedikit tersinggung dan terluka.
Guru kelas mencoba untuk mendorong suasana yang lebih positif dengan memberikan pujian pada Jorell atas keberanian yang ditunjukkannya dalam memperkenalkan diri. Namun, suasana di kelas masih terasa sedikit kaku dan dingin. Meskipun demikian, Jorell berjanji dalam hati untuk tetap berusaha membuka diri dan berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya. Dia tahu bahwa mungkin butuh waktu bagi beberapa orang untuk menerima kehadirannya, dan dia berharap bahwa dengan sikap yang ramah dan kesabaran, dia akan bisa mendapatkan tempat di hati mereka.
Di tengah tantangan dan kekecewaannya, Jorell mengumpulkan kekuatan dan tekad untuk tetap optimis. Dia bertekad untuk tidak menyerah dan untuk terus berjuang mencari teman-teman sejati di sekolah barunya, meskipun awalnya mungkin sulit.
Saat Jam Istirahat..
Pada jam istirahat, suasana di sekolah mulai hidup kembali dengan keceriaan dan kegembiraan. Meskipun Jorell merasa sedikit tertekan oleh pengalaman kurang menyenangkan di kelas, dia berusaha untuk tidak membiarkan hal itu mengganggu momen istirahatnya.
Jorell memilih untuk pergi ke lapangan sekolah, tempat dimana beberapa siswa berkumpul untuk bermain sepak bola. Meskipun awalnya dia merasa ragu-ragu apakah akan diterima oleh kelompok tersebut, dia memutuskan untuk mencoba bergabung. Dengan langkah mantap, Jorell mendekati kelompok anak-anak yang sedang bermain sepak bola. Dia tersenyum ramah dan bertanya apakah bisa bergabung dengan permainan mereka. Meskipun awalnya ada sedikit keheningan, namun beberapa dari mereka akhirnya memberikan respon positif dan mengizinkannya bergabung. Jorell segera merasa nyaman bermain bersama mereka. Dia menunjukkan bakatnya dalam permainan sepak bola dan mulai membangun hubungan yang lebih baik dengan teman-teman barunya. Ketika mereka beristirahat sejenak di pinggir lapangan, mereka mulai berbicara dan tertawa bersama, menghilangkan kecanggungan yang ada sebelumnya.
Di tempat lain, Raden memilih untuk menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan sekolah. Baginya, perpustakaan adalah tempat yang nyaman dan tenang, tempat dia bisa merenung atau membaca buku-buku favoritnya. Dia duduk di sudut perpustakaan dengan buku di tangannya, tenggelam dalam dunia cerita yang mengasyikkan. Beberapa teman sekelasnya yang juga gemar membaca bergabung dengannya, dan mereka mulai berdiskusi tentang buku-buku yang mereka sukai. Raden merasa senang bisa berbagi minatnya dengan teman-teman sekelasnya, dan dia merasa lega menemukan teman-teman yang memiliki minat yang sama.
Sementara Raden menikmati kedamaian di perpustakaan, dan Jorell menikmati kebersamaan di lapangan sepak bola, mereka berdua menemukan cara mereka sendiri untuk mengatasi tantangan dan menikmati momen istirahat mereka di sekolah baru mereka. Dengan semangat yang kuat dan tekad yang teguh, mereka siap menghadapi sisa hari di sekolah dengan optimisme dan keberanian.
Pulangnya..
Saat Raden dan Jorell berjalan pulang bersama, kehangatan sore mulai menyelimuti jalan mereka. Namun, tiba-tiba, langkah mereka terhenti ketika mereka dihadang oleh seorang anak yang terlihat tidak senang, salah satu dari teman sekelas Jorell yang sebelumnya menunjukkan ketidakramahannya. Anak itu, dengan tatapan yang tajam, menatap Jorell dengan pandangan yang penuh dengan ketidakpuasan. "Hei, kamu!" serunya, mengacuhkan keberadaan Raden.
Jorell memandang anak itu dengan hati-hati, merasakan adanya ketegangan di udara. "Ya?" jawabnya, mencoba untuk tetap tenang. "Kamu tidak diperbolehkan berada di sini!" ucap anak itu dengan suara yang tegas. "Kamu bukan bagian dari kami, jadi lebih baik pergi dan jangan ganggu kami lagi!" Raden menggenggam tangan Jorell dengan erat, menunjukkan dukungannya. Namun, dia tidak ikut campur dalam pertengkaran tersebut, membiarkan Jorell menangani situasi ini sendiri. Jorell mencoba menjelaskan dengan tenang, "Maaf, aku tidak bermaksud mengganggu. Aku hanya ingin pulang bersama dengan saudara saya."
Namun, anak tersebut tidak terpengaruh. Dia tetap keras kepala, menolak untuk membiarkan Jorell melewati jalannya. Situasi menjadi semakin tegang, dan kekhawatiran mulai muncul di benak Raden dan Jorell. Di tengah ketegangan yang memuncak, Jorell mencoba untuk menemukan solusi yang baik. "Baiklah, kami tidak ingin menyulitkanmu. Kami akan mencari jalur lain untuk pulang," ujarnya dengan suara rendah. Meskipun merasa tidak adil, Raden dan Jorell memutuskan untuk menghindari konflik lebih lanjut. Mereka berbalik dan mencari jalur alternatif untuk pulang, meninggalkan anak itu di tempatnya.
Meskipun mereka dihadapkan pada situasi yang tidak menyenangkan, mereka memilih untuk menjaga ketenangan dan menyelesaikan masalah dengan bijaksana. Dengan hati yang berat, mereka melanjutkan perjalanan pulang, berharap bahwa suatu hari nanti mereka akan bisa menemukan cara untuk menjembatani kesenjangan dan membangun hubungan yang lebih baik dengan teman-teman sekelasnya.
Beberapa menit kemudian..
Setelah insiden di sekolah, Raden dan Jorell memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke alamat kantor sang ayah. Meskipun mereka awalnya berencana pulang ke rumah, mereka memahami bahwa ada sesuatu yang perlu dibicarakan dengan ayah mereka. Dengan langkah mantap, mereka berdua melanjutkan perjalanan ke kantor sang ayah, meskipun perasaan penasaran dan kekhawatiran tetap menghantui pikiran mereka. Mereka berharap bahwa ayah mereka bisa memberikan jawaban atau dukungan terhadap situasi yang mereka alami di sekolah.
Ketika mereka sampai di kantor sang ayah, suasana hati mereka campur aduk. Mereka mengetuk pintu dengan hati yang berdebar-debar, menunggu dengan harapan agar ayah mereka membuka pintu dan menyambut mereka dengan senyuman. Pintu terbuka, dan Jayden tersenyum melihat kedua anaknya. Namun, dia bisa melihat dari ekspresi mereka bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikiran mereka.
"Duduklah, anak-anak," ucap Jayden dengan suara yang lembut, menunjukkan kursi di depan mejanya. Raden dan Jorell duduk dengan tegang, tidak sabar untuk menyelesaikan apa yang mereka ingin sampaikan kepada ayah mereka. "Ada apa?" tanya Jayden dengan penuh perhatian. "Kenapa kalian memilih untuk datang ke kantorku, bukannya langsung pulang ke rumah?"
Jorell memberanikan diri untuk mulai bicara. "Ayah, kami ingin berbicara tentang sesuatu yang terjadi di sekolah hari ini." Mereka berdua bercerita kepada ayah mereka tentang insiden di sekolah, bagaimana Jorell dihentikan oleh anak yang tidak menyukainya, dan bagaimana mereka memutuskan untuk pulang ke kantor ayah untuk mencari dukungan dan saran darinya.
Jayden mendengarkan dengan serius, ekspresi wajahnya berubah antara kekhawatiran dan kemarahan. Namun, dia tetap tenang dan mendengarkan sampai mereka selesai bercerita. Setelah mendengarkan cerita mereka, Jayden memberikan pelukan hangat kepada kedua anaknya. "Terima kasih telah datang kepadaku, anak-anak. Ayah akan mencoba menyelesaikan masalah ini," ucapnya dengan suara yang penuh kasih sayang. Raden dan Jorell merasa lega mendapat dukungan dari ayah mereka.
Ayah dari kedua anak kembar itu tentu saja tidak diam saja, ia langsung saja memberitahukan pada kepala sekolah untuk membimbing anak anak yang telah disebutkan oleh Jorell, agar anak itu menjadi lebih baik dan masa depannya tidak terputus karena sifat buruknya itu. Sedangkan Raden ia bercerita banyak pada ayahnya, namun ia masih ragu untuk menceritakan tentang kejadian yang sama saat disekolah dasar. Jorell selalu ingin menceritakannya pada ayah namun selalu saja gagal karena sang kakak. Walau begitu, Jorell maupun Raden mulai saat itu mulai menjaga satu sama lain dan tidak lupa untuk lebih saling terbuka agar mereka dapat memahami masalah satu sama lainnya.
Beberapa Tahun kemudian.. Kabar buruk menimpa keluarga cemara itu, sang ayah Jayden, sedang dalam masa koma karena kecelakaan yang terjadi padanya. Tentu saja, Raden dan Jorell sangat terkejut dengan berita yang menimpa meraka tiba-tiba. Setiap hari bila salah satu dari mereka tidak ada urusan disekolah mereka akan menyempatkan diri kerumah sakit untuk menemani atau hanya sekedar menjenguk untuk mengetahui keadaan sang ayah.
Selalu setia menunggu untuk sang ayah bangun dari tidur lamanya itu, namun Tuhan berkata sebaliknya. Mereka harus mengiklaskan sang ayah untuk pergi selama-lamanya. Tentu, mana ada anak yang sanggup untuk cepat mengiklaskan kepergian satu-satunya orang yang paling dicintainya itu. Raden terus menyemangati sang adik yang selalu menangis melihat foto keluarganya. Kadang, Raden menangis dalam diam, ia tak ingin adiknya ikut menangis lebih keras bila melihat sang kakak menangis.
Waktu berjalan terus-menerus, meninggalkan rasa duka yang telah menyelimuti anak anak itu. Sekarang mereka dihadapkan dengan ujian kelulusan Sekolah Menengah Akhir. Jorell berasil meraih ranking tiga dikelasnya, dan Raden meraih ranking dua dikelasnya. Mereka berjalan, lalu duduk didepan makam sang ayah dan ibu. Raden tersenyum pada foto yang terpajang disitu, rasanya waktu berputar kembali, melihatkan dan memaparkan kenyamanan yang ada dirumah dengan keluarga yang masih sama dan utuh. Jorell melihat sang kakak yang mulai meneteskan air matanya, ia merangkul dari samping sang kakak dan berkata ''jangan menangis lagi kak, ayah dan ibu senang melihat kita dari langit, jangan terus menyudutkan diri dengan menangis diam-diam lagi. Aku tak menyukai hal itu.'' Raden menatap adiknya, ia menganggukkan kepalanya bertanda bahwa ia setuju dengan tuturan adiknya ''benar, seharusnya aku tidak bersedih. Walau mereka telah berpulang, tetapi kita harus tetap tabah dengan menjalankan kehidupan ini'' jawab Raden.
'Last letter from dad to father's fav twins..'
Kepada Raden dan Jorell,
Ketika kalian membuka surat ini, aku mungkin sudah tidak lagi berada di sisi kalian dalam bentuk fisik. Namun, ayah percaya bahwa cinta dan pesan-pesan moral yang aku sampaikan akan tetap hidup di dalam hati dan pikiran kalian selamanya.
Anak-anakku yang terkasih, aku ingin kalian tahu bahwa kalian adalah cahaya dalam hidupku. Kalian adalah kebanggaanku, dan ayah bersyukur setiap hari atas keberadaan kalian di dunia ini. Kalian adalah anugerah terbesar yang pernah aku miliki, dan aku mencintai kalian lebih dari apapun di dunia ini.
Kehidupan sering kali penuh dengan ujian dan tantangan. Ayah telah berusaha untuk menjadi teladan yang baik bagi kalian, dan aku berharap kalian akan mengingat nilai-nilai dan pelajaran yang aku ajarkan kepada kalian. Ingatlah untuk selalu berpegang pada kejujuran, integritas, dan kerja keras. Jangan pernah ragu untuk mengejar impian kalian, meskipun jalan menuju kesuksesan mungkin terlihat sulit.
Yang paling penting, jagalah satu sama lain. Kalian adalah saudara, teman, dan mitra dalam perjalanan hidup ini. Dukunglah dan cintailah satu sama lain dengan sepenuh hati, karena hubungan kalian adalah salah satu harta terbesar yang kalian miliki.
Saat ayah menulis surat ini, aku merasa damai karena aku tahu bahwa kalian akan tetap bersatu dan menjaga satu sama lain, bahkan ketika aku tidak lagi berada di sini. Teruslah jalani hidup dengan penuh keberanian, keteguhan, dan kasih sayang. Ayah selalu akan ada di hati dan pikiran kalian, dan aku akan selalu mengawasi kalian dari tempat yang lebih baik.
Tetaplah menjadi orang yang baik, jadilah penerus yang bangga, dan jangan pernah lupakan bahwa kalian adalah anugerah yang berharga bagi dunia ini.
Terima kasih atas segala cinta, kebahagiaan, dan kenangan yang telah kalian bagi bersama denganku. Aku mencintai kalian selamanya.
Dengan cinta yang tak terhingga,
Ayah
Pesan moral yang dapat dipetik;;
Keberanian, ketabahan, dan kasih sayang dalam keluarga adalah pondasi yang kuat untuk menghadapi segala rintangan hidup. Meskipun kita harus menghadapi kehilangan yang menyakitkan, cinta dan dukungan dari keluarga selalu akan membimbing kita melalui masa-masa sulit dan menginspirasi kita untuk menjadi yang terbaik dalam hidup.
-qfs
0 comments:
Post a Comment