Monday, 19 February 2024

In My Space part 2

Rivanio Virendra

-gitaaa

 

Dalam kegelapan, terhempaslah seseorang, hancur oleh kehidupan yang mengecewakan. Dia merayap di jurang keputusasaan, kehilangan daya untuk melangkah maju. Namun, seperti bintang yang bersinar dalam gelap, tahun demi tahun membentuk jalan untuknya.

Dia, yang terpuruk dalam kekacauan, merangkak dengan tekad yang belum pernah padam. Tiap jatuh menjadi batu loncatan, setiap luka adalah pelajaran. Dalam sunyi dan kesendirian, dia menemukan kekuatan yang terpendam di dalam dirinya.

Tanpa henti, dia melangkah, mengejar bayang-bayang mimpi yang teramat besar. Setiap langkah adalah sebuah perlawanan terhadap kekalahan. Tahun berganti, tapi semangatnya tetap membara.

Akhirnya, di ujung perjuangannya, dia berdiri di puncak keberhasilan. Mimpi yang tersembunyi dalam kegelapan, kini bersinar terang seperti fajar yang menandai kemenangan. Dalam cerita ini, kehancuran menjadi fondasi kebangkitan, dan puncak kemenangan adalah bukti ketangguhan seseorang yang tidak pernah menyerah pada keputusasaan.


"Rivanio merasa ia tidak pantas untuk hidup didunia ini."

"Kalau misalnya hidup gue ga diterima disini, kenapa gue harus hidup? Rivanio merasa sangat patah semangat dan rasanya percuma jika ia tetap hidup."


Back to 2019



Suasana rooftop yang indah, dengan angin yang menusuk kulit manusia manusia yang tak berdosa. Disana terdapat 2 pria. Mereka sedang asik berbincang. Rivanio yang sedang merenung dan juga Chris yang sedang sibuk menasehati lawan bicaranya.

"Lo mau nyerah lagi kan?." Chris bertanya tanpa memandang lawan bicaranya, sedangkan lawan bicaranya sedang sibuk melihat keindahan langit malam dan menghiraukan pertanyaannya bagaikan angin lewat.

"Punya mulutkan? jawab pertanyaan gue, Rivanio." Chris menatap Rivanio yang bahkan tidak menatapnya sedetikpun. Amarah dan kekesalan mulai menguasai Chris. 

"Sialan. Gue angin atau manusia sih?" Batinnya

"Harus banget gue jawab? harusnya lo udah taukan?." Pria bermaga Virendra itu akhirnya membuka suara dan menekankan nadanya untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Chris.

"Gue udah bilang ke lo berulang kali Van. Kalau lo mau jadi penyanyi, jangan nyerah gitu aja!. Gaada yang instan di dunia ini,  BODOH!." Chris sudah kehilangan kendali, Chris segera berdiri dan menatap tajam kearah Rivanio. Tak peduli apakah ia menggubrisnya atau tidak.

"Lo kalau gatau apa apa tentang gue, gausah sok tau bisa ga?." Rivanio berdiri dan mendorong Chris, untungnya Chris dapat menjaga keseimbangannya dengan baik sehingga ia tidak langsung jatuh dan tersungkur ketanah.

"Mulut lo lemes banget tau gak? mending lo pergi dari hidup gue." Rivanio segera pergi meninggalkan Chris sendirian. Hati Chris kini masih tersulut emosi dan kesedihan karena perkataan dari Rivanio yang sangat menusuk bagaikan pedang yang kini menusuk dalam dilubuk hatinya. Toh perkataan Chris ada benarnya untuk Rivanio.

Perasaan Rivanio tidak karuan, ia juga sadar, bahwa perlakuannya itu salah, tapi apa boleh buat? tidak semua manusia bisa mengerti kita bukan?. Rivanio kini terduduk di anak tangga sembari menutup mukanya dengan kedua tangannya untuk mengeluarkan seluruh pikirannya didalam sebuah tangisan.

Rivanio sungguh tau bahwa menyerah ditengah jalan dan memilih untuk berhenti itu adalah masalah besar, tapi, Rivanio tidak bisa bertindak apa apa, ia tidak punya siapa siapa sekarang. Keluarga? omong kosong. Teman? palsu. Pasangan? mimpi. Rivanio hanya bisa mengeluarkan seluruh emosinya melalui tarian dan nyanyian. Tapi, semua itu hilang hanya karena rumor rumor sialan itu.


"GUE BENCI SAMA DUNIA INI, SIALAN." Rivanio hancur. Dia butuh seseorang.


Rivanio menyenderkan kepalanya didinding yang berada disamping kirinya, ia termenung. Ia kembali mengingat masa masa ia masih menjadi seorang penyanyi bersama teman temannya. Masa masa dimana ia bisa menyapa seluruh fansnya yang kini malah mengkhianati dirinya sendiri.

Selang beberapa menit, Rivanio akhirnya tenang, lalu menyeka air matanya dengan tangannya dan beranjak dari tangga.

Rivanio pergi meninggalkan gedung tinggi itu, tidak tau arah, ia hanya pergi sesuai isi pikirannya. Dinginnya udara menusuk kulit Rivanio yang kini tidak tertutup oleh kain tebal. Ia hanya menggunakan kaos dengan kain tipis.

Ia membuka pintu rumahnya, sepi, sunyi. itu yang Rivanio rasakan pertama kali saat masuk kedalam rumahnya itu. Ia tidak peduli, ia hanya ingin menuju kamarnya dan menyendiri.

Kini Rivanio sudah didalam kamarnya yang berwarna abu abu muda dengan corak hitam putih. Rivanio menidurkan badannya dan membiarkan pikirannya lepas bebas. Pikiran ramai? sudah biasa baginya. Rivanio menoleh kearah meja kecil disamping tempat tidurnya, terdapat fotonya bersama teman-temannya dulu. Ia mengambil foto kecil itu dan memandangnya dengan seksama.

"Kenapa gue gabisa kayak dulu lagi? Kenapa gue harus dapet banyaknya kepahitan dunia ini?." Rivanio berbicara dengan dirinya sendiri sembari membolak balik foto kecil itu. Kesedihan, kemarahan menjadi satu didalamnya.

Rivanio melempar keras foto itu kesembarang arah dan kembali membungkus dirinya dibalik selimutnya yang tebal. Rivanio bingung apa yang terjadi dengan dirinya hari ini.

"Kapan gue ngerasain bahagia?." Hatinya kini berbicara dengan lantang. Changbin hanya bisa memejamkan matanya dan menghiraukan pikiran itu.

Burung yang berkicau, suara kendaraan yang berlalu lalang. Suara suara itu masuk kedalam telinga Rivanio dan membangunkannya dari tidur lelapnya. Pagi yang indah bukan? Rivanio tidak pernah merasakan hal ini. Biasanya ia terbangun akibat pertengkaran orangtuanya itu, tapi kini sunyi. Apakah mereka meninggalkan Rivanio sendiri?. Jika memang benar, Rivanio juga tidak akan protes, siapa coba yang ingin serumah dengan orangtua yang tidak pernah memberikan kedamaian bagi anaknya.

Rivanio terbangun perlahan dan menyenderkan tubuhnya dipapan kasur yang berada dibelakangnya. Rivanio mengumpulkan nyawanya sebentar. 

Rivanio bingung harus melakukan apa hari ini. Kejadian kemarin membuatnya sangat lelah akibat menangis dan bertengkar dengan temannya itu. Rivanio mengambil handphone kecilnya yang berada di meja dan langsung membuka aplikasi musik untuk membuka playlist yang selalu ia dengar.

Rivanio menarik nafas dalam dalam lalu menghembuskannya perlahan

"It's okay Van! yuk bisa, lo gaboleh pergi sebelum dijemput." Rivanio siap untuk menjalani hari harinya, meskipun hari harinya akan berjalan sama seperti biasanya 



Dia membuka pintu dan menginjakkan kakinya ke tanah sembari melihat sekeliling. Sejuk dan hangat. Itulah yang Rivanio rasakan sekarang. Setelah dinginnya air yang menusuk tubuhnya yang mungil. Ia segera mengenakan headphonesnya lalu berjalan sembari menikmati alunan lagu.

Rivanio berjalan dan berhenti disuatu cafe. Rivanio tersenyum dan segera memasuki cafe itu dengan sumringah. Rivanio segera memesan kopi kesukaannya dan memilih untuk menyendiri disudut yang paling tenang.

Disaat ia menikmati hangatnya kopi, ia melihat seorang anak membawa sebuah piala. Anak itu bercerita kepada kedua orangtuanya bahwa ia memenangkan lomba menyanyi dan ia ingin menjadi seorang penyanyi nantinya. Rivanio tersenyum melihat semangat anak tersebut. Dia ingat betul bagaimana rasanya bermimpi menjadi penyanyi dan berjuang untuk meraihnya. 

Namun, hidup telah mengajarkannya bahwa tak selalu mimpi bisa terwujud dengan mudah. Dia menyesap kopi pelan, merenung.

Dia teringat kata-kata Chris semalam, tentang betapa pentingnya untuk tidak menyerah. Tapi, apakah Rivanio masih memiliki semangat yang sama seperti dulu? Apakah semua perjuangannya selama ini telah sia-sia? 

Rivanio memejamkan matanya sejenak, mencoba merenung dalam-dalam. Dia tahu, dia harus memilih: meneruskan perjuangannya sebagai penyanyi atau menyerah dan mencari jalan baru. Tapi, apa jalan baru yang bisa dia tempuh jika bukan menjadi penyanyi?

Dia membuka matanya, melihat ke luar jendela. Langit biru dan awan putih terlihat begitu damai. Rivanio memutuskan untuk mengikuti kata hatinya. Dia akan terus berjuang menjadi penyanyi meskipun jalan itu terasa begitu sulit.

Setelah selesai minum kopi, Rivanio pulang ke rumahnya. Dia duduk di kamarnya, mengambil gitar kesayangannya, dan mulai menciptakan lagu. Lagu tentang perjuangan, tentang mimpi, tentang hidup. Lagu yang mewakili perasaannya saat ini.

Rivanio merasa lega. Meskipun masih banyak rintangan di depan, dia yakin bahwa dengan semangat dan tekad yang kuat, dia bisa meraih mimpinya. Dia akan terus berjuang, tidak peduli seberapa beratnya tantangan yang akan dia hadapi.

Hari berganti hari, Rivanio semakin giat dalam mengejar mimpinya. Dia mulai tampil di berbagai acara kecil, mulai dari cafe hingga acara amal. Dia juga aktif di media sosial, membagikan karyanya dan terus membangun basis penggemar.

Lama kelamaan, kerja keras Rivanio mulai membuahkan hasil. Dia mendapatkan tawaran kontrak rekaman dari sebuah perusahaan musik lokal. Rivanio sangat bahagia, semua perjuangannya selama ini tidak sia-sia.

Rivanio kini menjadi penyanyi yang sukses. Dia memiliki banyak penggemar dan lagunya sering diputar di radio. Dia juga menjadi inspirasi bagi banyak orang, termasuk anak-anak muda yang bermimpi menjadi penyanyi seperti dia.

Rivanio belajar bahwa hidup memang penuh dengan liku-liku dan rintangan. Tapi, jika kita memiliki tekad dan semangat yang kuat, kita pasti bisa meraih apa pun yang kita inginkan. Rivanio berterima kasih atas semua pengalaman pahit dan manis yang telah dia alami, karena itulah yang membuatnya menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih bijaksana.

0 comments:

Post a Comment