Thursday, 2 May 2024

myth during the crescent moon (𝗪𝗔𝗥𝗡𝗜𝗡𝗚 𝗟𝗢𝗡𝗚 𝗧𝗘𝗞𝗦)


Tangisan bayi menggema keras di seluruh ruangan. Sudah sejak dua jam lalu bayi itu selalu menangis tiada hentinya. Namun bayi itu tiba-tiba tidak menangis kembali. Entah apa yang ia lihat. Seseorang masuk ke dalam ruangan tersebut dan tak lupa pandangan wajahnya melihatkan kerutan di bagian dahi. "Raja, kelompok tabib di kerajaan sudah berusaha sekuat mungkin. Dan memang seperti nya pangeran memang terkena kutukannya," orang yang di panggil Raja itu hanya dapat memijat dahinya "Panggilkan seluruh tabib di dunia untuk menyembuhkan kutukkannya, yang bisa menyembuhkannya akan mendapatkan upah." jelas Raja, "Tapi- baik Raja."

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Beberapa tahun telah berlalu. Kabar tentang kutukan sang pangeran kerajaan menyebar luas ke seluruh daerah dan beberapa kerajaan. Bahkan saat pangeran ingin masuk ke sekolah, dan ia ditolak mentah mentah. ''Pangeran Jaeyun selalu ditolak dimana mana Tuan Raja'' keluh salah satu pelayan yang membimbing Jaeyun ''Ini sudah ke 5x nya ia ditolak mentah mentah,'' Raja memijat dahi nya ''Tidak usah sekolahkan anak kutukan itu, lebih baik di sekolahkan di kerajaan saja'' lanjutnya, ''Baik Tuan'' lalu pelayan itu membungkukkan badannya dan pergi keluar dari ruangan.

''Tuan Raja sudah memutuskan untuk menyekolahkan pangeran di kerajaan saja'' ucap pelayan pribadinya, tak ada jawaban dari sang pangeran, "Pangeran? jika kau tidak suka, bisa katakan saja pada Raja'' lanjut pelayan itu. ''Tak usah Jungwon, aku akan menerimanya'' ucap Jaeyun sambi memegang sebuah patitur lagu. Jungwon aka pelayan pribadi Jaeyun menatap patitur lagu yang dipegang oleh Tuannya itu. ''Pangeran tak ingin mencoba memainkan biola seperti dahulu?" tanya Jungwon, Jaeyun mengelengkan kepala lemas ''Aku tak tertarik lagi,'' ia menghembuskan nafas panjang ''Tolong bawakan aku buah Jungwon, terima kasih'' lanjutnya, ''Baik, saya ijin keluar'' Jungwon membungkukkan badannya lalu segera pergi.
︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Jungwon keluar dari ruangan Jaeyun dengan langkah cepat, menuju dapur untuk mengambil buah yang diminta sang pangeran. Di dalam dapur, aroma rempah-rempah yang sedap memenuhi udara. Jungwon segera mengambil beberapa buah yang tersedia, memilih yang terbaik untuk Jaeyun. Kemudian, ia menatap keluar jendela, memperhatikan langit yang mulai senja.

Setelah mengumpulkan buah, Jungwon melangkah kembali menuju ruangan Jaeyun dengan hati yang berat. Ia merasa sedih melihat pangeran yang terisolasi seperti itu. Namun, sebagai seorang pelayan, ia harus menjalankan tugasnya dengan baik.

Ketika Jungwon tiba di ruangan Jaeyun, ia melihat pangeran duduk sendirian, terdiam di kursi dengan tatapan kosong. Tanpa mengganggu, Jungwon meletakkan mangkuk buah di atas meja kecil di depan Jaeyun. "Ini buah yang kau minta, Pangeran," ucap Jungwon dengan suara lembut.

Jaeyun menoleh perlahan ke arah Jungwon, memberikan senyuman kecil sebagai tanda terima kasih. "Terima kasih, Jungwon. Kamu selalu peduli padaku," kata Jaeyun dengan suara pelan. Jungwon tersenyum hangat. "Tidak ada yang perlu kau ucapkan, Pangeran. Aku hanya menjalankan tugasku sebagai pelayanmu dengan sepenuh hati," jawabnya sambil membungkukkan badan.

"Bagaimana dengan buku-buku yang aku minta kemarin, Jungwon?" tanya Jaeyun tiba-tiba. Jungwon mengangguk. "Sudah aku siapkan di meja belajarmu, Pangeran. Apakah kau ingin aku membaca bersamamu?" Jaeyun menggeleng lembut. "Tidak usah, Jungwon. Aku ingin merenung sendiri sebentar. Terima kasih atas perhatianmu."

Jungwon mengangguk mengerti, lalu meninggalkan Jaeyun sendirian di dalam ruangan, meninggalkannya dengan buah dan buku-buku yang telah disiapkan. Sejenak, ruangan itu dipenuhi oleh kesunyian, hanya suara gemerisik angin yang menyusup masuk dari jendela terbuka. Jaeyun memandang keluar, berpikir tentang masa depannya yang penuh dengan kejutan.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Malam itu, meja makan di istana penuh dengan hidangan mewah yang disajikan dengan indah. Raja duduk di ujung meja dengan wajah yang serius, kadang-kadang melemparkan pandangan tajam ke arah Jaeyun. Di sampingnya, Ratu duduk dengan penuh kehangatan, matanya penuh dengan kelembutan ketika menatap Jaeyun.

Jaeyun duduk di antara kedua orangtuanya, mencoba mempertahankan senyumnya meskipun atmosfer di sekitarnya terasa tegang. Jungwon, setia di sampingnya, memberikan dukungan dengan kehadirannya yang tenang. Ratu memecah keheningan dengan suara lembutnya. "Jaeyun, bagaimana kabarmu hari ini?"

Jaeyun tersenyum pada bundanya dengan hangat. "Hari ini menyenangkan, Bunda. Jungwon mengajariku tentang sejarah kerajaan dan para leluhur kita." Raja mengangkat alisnya dengan skeptis. "Apakah belajar itu benar-benar akan membantumu, Jaeyun? Atau kau hanya menghabiskan waktu dengan sia-sia?"

Jaeyun menahan kekecewaan di wajahnya, tetapi tetap menjaga sikap hormat. "Ayah, Jaeyun yakin bahwa pengetahuan tentang sejarah dan leluhur kita akan menjadi aset yang berharga bagi saya suatu hari nanti." Ratu menyela dengan lembut, "Tentu saja, Jaeyun. Dan kami akan selalu mendukungmu dalam usahamu untuk belajar dan berkembang."

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Setelah makan malam selesai, Jaeyun dan Jungwon meninggalkan ruang makan istana menuju kamar Jaeyun untuk beristirahat. Mereka berjalan melalui lorong-lorong yang terang benderang oleh lampu-lampu kristal yang menggantung di langit-langit istana, langkah mereka terdengar di lantai marmer yang bersih.

"Bagaimana perasaanmu hari ini, Pangeran?" tanya Jungwon dengan lembut, menunjukkan perhatian yang tulus pada tuannya. Jaeyun menghela nafas, memikirkan semua yang telah terjadi hari ini. "Hari ini cukup berat, Jungwon. Tetapi aku merasa lega memiliki dirimu di sampingku," jawabnya dengan jujur, senyumnya mengembang sedikit.

Jungwon tersenyum hangat. "Saya selalu di sini untukmu, Pangeran. Apapun yang terjadi, saya akan selalu mendukungmu," katanya dengan penuh keyakinan. Mereka melanjutkan perjalanan mereka melalui lorong-lorong yang panjang, kadang-kadang bertemu dengan beberapa pelayan istana yang sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Tetapi pada saat itu, Jaeyun dan Jungwon terasa seperti dunia mereka sendiri, tempat mereka bisa berbagi beban dan kekhawatiran mereka tanpa takut dihakimi oleh pandangan orang lain.

Akhirnya, mereka mencapai kamar Jaeyun, sebuah ruangan yang luas dan megah dengan hiasan-hiasan yang mewah di setiap sudutnya. Jaeyun melemparkan dirinya ke atas tempat tidur dengan lelah, merasa lega bahwa ia akhirnya bisa beristirahat setelah hari yang melelahkan. Jungwon membantunya melepas jubahnya dan menyiapkan segala sesuatu untuk tidurnya. "Pangeran, apakah ada yang bisa saya lakukan untuk membuat Anda lebih nyaman?" tanya Jungwon dengan perhatian.

Jaeyun tersenyum lembut. "Tidak, Jungwon. Kamu sudah melakukan lebih dari cukup. Terima kasih atas segalanya," jawabnya, matanya mulai terpejam karena kelelahan. Jungwon tersenyum puas, merasa lega bahwa ia telah membantu meringankan beban Jaeyun setidaknya untuk saat ini. Dengan perasaan lega, Jungwon meninggalkan kamar Jaeyun, meninggalkannya dalam kedamaian untuk tidur yang nyenyak, sementara ia sendiri kembali ke tugasnya sebagai pelayan setia sang pangeran.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Ratu aka Bunda Jaeyun memasuki kamar Jaeyun dengan lembut, hatinya penuh kasih pada putranya. Dengan lembut, ia membuka tirai, membiarkan cahaya pagi masuk ke dalam ruangan yang masih dipenuhi oleh suasana tidur yang tenang.

Jaeyun terbangun dengan perlahan, matanya terbuka perlahan saat terkena sinar matahari yang menyilaukan. Ia tersenyum melihat wajah ibunya yang lembut. "Selamat pagi, bunda," sapanya dengan lembut. Ratu tersenyum hangat. "Selamat pagi, Jaeyun. Sudah waktunya untuk bangun dan memulai hari dengan semangat." Ia membantu Jaeyun bangkit dari tempat tidur.

"Jungwon akan segera datang kemari dengan membawakanmu sarapan dan jubah untuk digunakan nanti saat pertemuan antar kerajaan" ucap Ratu, Jaeyun hanya menganggukkan kepala nya sebagai jawaban. 
︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Jungwon memasuki kamar Jaeyun dengan hati-hati, membawa jubah dan diikuti oleh meja kecil yang penuh dengan sarapan yang lezat. Ia meletakkan jubah di atas kursi dan meja sarapan di depan tempat tidur Jaeyun dengan lembut, memastikan semuanya tersusun dengan rapi. "Dihidangkan dengan hangat, seperti yang Pangeranku sukai," ucap Jungwon dengan lembut sambil tersenyum pada Jaeyun.

Jaeyun tersenyum, terima kasih pada Jungwon atas perhatiannya yang tulus. "Terima kasih, Jungwon. Kamu selalu tahu apa yang aku butuhkan," kata Jaeyun dengan penuh penghargaan. Jungwon membungkukkan badannya dengan hormat. "Ini adalah tugas saya untuk memastikan kenyamanan dan kebahagiaan Pengeranku," jawabnya dengan rendah hati. Jaeyun duduk di tempat tidur, merasakan hangatnya jubah yang dibawakan oleh Jungwon. Ia mulai menikmati sarapan paginya dengan lahap, senyumnya tidak pernah lepas dari wajahnya.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Saat pertemuan antar anggota kerajaan dimulai, Jaeyun dan Ratu bergabung dengan Raja di ruang pertemuan istana. Mereka duduk di sebelah Raja, siap mendengarkan pembahasan yang akan dilakukan. Anggota kerajaan lainnya mulai datang satu per satu, mereka duduk di sekitar meja bundar yang besar, siap untuk memulai diskusi. Suasana ruangan menjadi serius, semua anggota kerajaan terlihat fokus pada masalah yang akan dibahas.

Raja, sebagai pemimpin kerajaan, memimpin diskusi dengan memberikan arahan dan petunjuk kepada anggota kerajaan lainnya. Ia juga membuka ruang bagi anggota kerajaan lainnya untuk berbicara dan menyampaikan ide mereka. Jaeyun dan Ratu, meskipun bukan anggota kerajaan yang memiliki kekuasaan politik formal, juga memiliki peran penting dalam pertemuan tersebut. Mereka dapat memberikan sudut pandang unik mereka sebagai anggota keluarga kerajaan dan mungkin memiliki wawasan yang berbeda terkait dengan isu-isu tertentu.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Di perjalanan pulang, Jungwon bertanya kepada Jaeyun tentang bagaimana diskusi antar anggota kerajaan berlangsung. "Bagaimana pertemuan tadi, Pangeran? Apakah ada hal menarik yang dibahas?" tanya Jungwon dengan penuh minat. Jaeyun mengangguk, menyadari ketertarikan Jungwon pada urusan kerajaan. "Pertemuan berjalan dengan baik, Jungwon. Kami membahas berbagai isu yang penting untuk kebaikan kerajaan," jawab Jaeyun dengan serius.

Jungwon menatap Jaeyun dengan penuh perhatian. "Apakah ada keputusan penting yang diambil?" tanyanya lagi. Jaeyun berpikir sejenak sebelum menjawab, "Ya, ada beberapa keputusan strategis yang diambil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkuat kedudukan kerajaan." Jungwon mengangguk mengerti. "Bagus sekali, Pangeran. Saya yakin dengan kepemimpinan Tuan Raja, kerajaan akan terus maju ke depan," katanya dengan penuh keyakinan.

Saat sedang menikmati pemandangan dari balik jendela kereta kuda. Ia di gagal fokuskan dengan seseuatu. "Paman, bolehkah diberhentikan sebentar?" tanya Jaeyun ragu "Pangeran, mengapa ingin keretanya di berhentikan?" sela Jungwon, "Aku ingin memastikan sesuatu, won," jawab Jaeyun pada Jungwon. Setelah memperhentikan kereta. Jaeyun segera pergi kearah yang ingin ia tuju dan tak lupa Jungwon selalu bersamanya dibelakang. "Pangeran ingin memastikan apa?" tanya Jungwon sekali lagi, Jaeyun balik badan "Aku tadi melihat seperti seekor anakkan anjing," jawab Jaeyun.

Jungwon hanya mengangguk paham. Ia sudah paham dengan kebiasaan Pangeran muda ini, yang dari kecil selalu memunyai hewan peliharaan dan sangat menyayangi apapun hewan itu. "Pangeran apakah kita sudah sampai?" ujar Jungwon "Sepertinya sebentar lagi," jawabnya. Suara kilat menyambar suasana mereka berdua. Jaeyun cukup terkejut dengan suara kilat yang amat besar itu. "Jungwon, apakah kau ingat jalan pulang? sepertinya ini akan hujan" seru Jaeyun, Namun tak ada jawaban dari Jungwon. Jaeyun yang panik segera membalikkan bada untuk melihat. Nihil, itulah yang Jaeyun dapatkan sekarang. Tidak ada keberadaan Jungwon disana. Hal itu membuatnya takut setengah nyawanya.
︶꒦꒷♡꒷꒦︶

"Raja apakah itu kereta kuda milik Pangeran Jaeyun?" tanya pengendara kereta kuda milik Ratu dan Raja aka Bunda dan Ayah Jaeyun. Raja menfokuskan pandangannya pada kereta kuda yang di tunjuk oleh pengendara kereta kudanya "Ya! itu benar! itu milik Jaeyun Raja," panik Ratu, tak pakai lama Raja menyuruh pengemudi kereta kuda miliknya untuk mendekat kearah sana.

Raja dan Ratu turun untuk mendatangi kereta kuda tersebut. Namun nihil, tak ada siapapun disana kecuali kuda yang sedang memakan rumput rumput tinggi disitu. "Jaeyun!" panggil Ratu "Raja, bagaimana ini, Jaeyun tak dapat ditemukan" lanjut Ratu dengan nafas memburu. Raja tetap tenang tanpa ada rasa panik tertampang di wajahnya. Ratu menyeritkan dahinya bingung dengan reaksi yang di lontarkan oleh Raja.

Suara kaki datang kearah Ratu dan Raja. "Maafkan saya Tuanku, saya telah gagal menyelaksanakan perintah anda untuk menjaga Pangeran," bungkuk pengemudi kereta kuda milik Jaeyun. "Apa yang kau maksut? putraku hilang?" Ratu tak terima dengan omong kosong pengemudi kereta kuda itu "Katakan yang sebenarnya! Pangeran Jaeyun ada dimana!?" amarah Ratu telah memuncak, bagaimana tidak, anak semata wayangnya hilang ditelan bumi.

"Apakah pelayan pribadinya ikut dengannya?" tanya Raja pada pengemudi kereta kuda tersebut "Iya Rajaku," lalu ia menunjukkan arah ke barat "Saya melihat mereka pergi kearah sana, dan saya juga mendengar bahwa Pangeran ingin memastikan sesuatu dan ia menyuruh saya untuk berhenti." ujarnya.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

"Jungwon!" teriak Jaeyun. Hanya ada suara gema yang ia terima. Sekarang semakin malam, udara dingin telah menusuk kulit beningnya. Akhirnya ia memutuskan untuk berhenti mencari Jungwon dan duduk dibawah pohon rindang. Hanya ada suara jangkrik atau serigala yang sedang melolong nyaring. "Andai aku adalah seorang manusia serigala, mungkin di malam hari aku tak akan ketakutan, atau aku berubah menjadi malaikat," ucapnya sendiri.

Ditengah malam yang sunyi, Jaeyun mendengarkan suara langkah kaki mendekat pada dirinya. "Siapa di sana?" tanyanya dengan suara pelan, hatinya berdebar-debar karena tidak tahu siapa yang datang menghampirinya di tengah malam. Tak ada jawaban dari orang tersebut. Cahaya bulan yang samar-samar menerangi sosok yang mendekatinya. Jaeyun merasakan kegelisahan yang melonjak di dalam dirinya, tidak yakin apakah orang itu adalah teman atau musuh.

Saat Jaeyun melihat bayangan yang mendekatinya di kegelapan malam, perasaan keheranan menyelimutinya. Namun, ketika bayangan semakin jelas, Jaeyun dengan cepat mengenali wajah yang seharusnya tidak asing baginya. Ternyata, itu adalah Sunghoon, Pangeran dari kerajaan sebelah yang telah dikabarkan hilang selama beberapa waktu. "Ditakdirkan bertemu di malam yang gelap," gumam Jaeyun dalam hati, merasa campur aduk antara kejutan dan kelegaan melihat Sunghoon. Meskipun kabar hilangnya Sunghoon telah menjadi topik pembicaraan di kerajaan sekitar, Jaeyun tidak pernah mengharapkan bertemu dengannya di malam seperti ini. "Pangeran Sunghoon," sapa Jaeyun dengan suara hangat, ekspresinya penuh dengan kekaguman dan rasa simpati atas nasib yang menimpa Sunghoon.
︶꒦꒷♡꒷꒦︶

"Sudah cukup lama aku tinggal di sini sejak kabar hilangku tersebar," kata Sunghoon kepada Jaeyun, menjelaskan sedikit tentang situasinya. "Tapi tempat ini aman, setidaknya sementara. Aku ingin menjaga diriku sendiri, tanpa harus bergantung pada pengawal atau keramaian istana." Jaeyun mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa simpati terhadap keadaan Sunghoon. "Aku mengerti," ujarnya dengan lembut. "Aku senang bisa membantumu. Dan, tentu saja, aku akan tinggal bersamamu untuk sementara waktu. Kita akan saling menjaga satu sama lain." Sunghoon tersenyum menghargai. "Terima kasih, Jaeyun. Aku merasa lega karena kamu di sini bersamaku." Dengan kehadiran Jaeyun di sampingnya, Sunghoon merasa lebih kuat dan lebih siap menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.

Sunghoon mempersilahkan Jaeyun untuk duduk di salah satu kursi yang tersedia di ruang tamu rumah tua itu. Sunghoon kemudian pergi ke dapur kecil di rumah tua itu untuk menyiapkan minuman coklat panas untuk mereka berdua. Suara gemerisik air dan aroma coklat yang harum mengisi udara, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman di tengah malam yang dingin.

"Silakan nikmati coklat panas ini," ucap Sunghoon "Terima kasih," jawab Jaeyun, ia mengambil cangkir putih yang terisikan oleh coklat panas. "Maaf menanyakan hal ini, mengapa kau bisa di tengah hutan sendiri?'' tanya Sunghoon dengan menatap Jaeyun "Aku terpisah dengan pelayan pribadiku, Jungwon," Jaeyun yang awalnya meminum coklat panas itu menunduk, sebuah sentuhan dapat dirasakan oleh Jaeyun di bagian bahu. "Aku mengerti maksutmu, mari besok kita cari dia dan aku akan memulangkan dirimu." tegas Sunghoon, Jaeyun setuju dengan rencananya dan hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Di dalam ruangan istana yang mewah, suasana menjadi tegang ketika Ratu dan Raja bertengkar dengan penuh emosi. Ratu, dengan ekspresi yang dipenuhi kekhawatiran dan amarah, menyalahkan Raja atas hilangnya Jaeyun. "Sim! Tega sekali dirimu mengasingkan Jaeyun?" bentak Ratu dengan suara yang gemetar karena kekhawatiran. "Kamu tahu betapa berharganya ia bagi kita, bagaimana bisa kamu membiarkan ini terjadi?"

Raja Sim, dengan wajah yang tegang dan penuh dengan keputusasaan, merasa terpojok oleh amarah Ratu. Namun, ia tetap tegar dalam pendiriannya. "Karena kerajaanku tak butuh raja selanjutnya yang terkutuk!" serunya dengan suara yang penuh dengan ketegasan. Keduanya saling menatap, atmosfer di ruangan itu dipenuhi dengan ketegangan dan keputusasaan. Konflik ini mengungkapkan perbedaan pandangan dan nilai antara Ratu dan Raja, serta ketidakpastian tentang masa depan kerajaan mereka.

Tersadar akan konsekuensi dari keputusannya untuk menuruti perintah Raja, Jungwon merasa terbebani oleh rasa penyesalan yang mendalam. Ia menundukkan kepalanya dengan penuh penyesalan, merenungkan keputusannya yang telah membawa dampak buruk bagi Jaeyun. "Maafkan aku, Pangeran Jaeyun," gumam Jungwon dalam hati, merasa bersalah karena telah menjadi bagian dari perintah yang menyebabkan Jaeyun terasingkan. Ia menyesali keputusannya untuk patuh pada perintah Raja tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi Jaeyun.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Di pagi yang cerah, Sunghoon dan Jaeyun memutuskan untuk pergi ke sungai terdekat untuk membersihkan diri mereka setelah semalam yang panjang. Mereka berdua berjalan melalui hutan yang teduh, menikmati udara segar dan sinar matahari pagi yang menyapa mereka.

Sesampainya di sungai, air yang mengalir jernih dan sejuk terlihat mengundang. Sunghoon dan Jaeyun melepaskan pakaian mereka dan merendam diri di air sungai yang segar. "Jaeyun, apakah kau tahu tentang kutukan dari leluhur?" tanya Sunghoon dengan rasa ingin tahu yang jelas terpancar dari matanya. "Aku tahu sedikit," jawab Jaeyun "Aku salah satunya yang terkena kutukan itu" ucapan Sunghoon melemah namun masih bisa terdengar oleh Jaeyun. Dengan reflek Jaeyun memberi jarak lebih antara dia dan Sunghoon. "Tenang saja Jaeyun, aku tak berbahaya," ia membuang nafas "Sejujurnya aku bukan hilang, namun aku diasingkan oleh kerajaanku sendiri" ucapnya.

Jaeyun yang masih terkejut itu semakin terkejut dengan ungkapan yang diucapkan barusan oleh Sunghoon. "Kutukan itu berasil menguasai diriku saat malam bulan sabit." jelas Sunghoon. Hening, hanya satu kata bisa menggambarkan suasana mereka sekarang. "Jadi maksutmu," gagap Jaeyun "Kau terkena kutukan yang sama denganku, maka dari itu kau dibuang kemari, karena Ayahmu maksutku Raja Sim paham kalau kau terkena kutukan tersebut." Jaeyun yang masih tak percaya hal itu, ia menanyakan lagi kepada Sunghoon "umurmu berapa? dan bagaimana aku bisa terlahir dengan kutukan itu?" Sunghoon yang semula melihat pemandangan didepannya melirik Jaeyun "Karena kau terlahir di malam bulan sabit,"

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Sunghoon dan Jaeyun berhenti di tepi bangunan kerajaan milik keluarga Jaeyun, dan Sunghoon mengucapkan, "Sudah sampai." Ada jeda sebentar dalam percakapan mereka, yang memungkinkan seorang prajurit yang sedang berjaga melihat interaksi mereka dari kejauhan.

Prajurit itu awalnya mengira Sunghoon dan Jaeyun adalah seorang penyusup yang mencoba mendekati bangunan kerajaan secara ilegal. Namun, ketika ia mendekati mereka untuk mengejar, ia dengan jelas melihat bahwa salah satunya adalah Pangeran Jaeyun. Kehadiran Pangeran membuatnya bingung dan terkejut.

Dengan hormat, prajurit itu mendekati Jaeyun dan Sunghoon, lalu membungkukkan badannya sebagai tanda penghormatan. "Permisi, Pangeran Jaeyun," ucapnya dengan suara yang penuh dengan kepatuhan dan penghargaan. "Saya mohon izin untuk bertanya, apa yang membawa Anda ke sini, dan mengapa Anda bersama pria yang tampaknya tidak dikenal?" Jaeyun mengangguk, menghargai kesopanan dan kewaspadaan prajurit itu. "Kami pulang ke kerajaan," jawabnya dengan sopan, mencoba menjelaskan situasi tanpa memunculkan kecurigaan lebih lanjut. "Kami berdua melakukan perjalanan bersama untuk beberapa urusan pribadi, dan Pangeran Sunghoon di sini adalah teman yang memberi saya bantuan."

Sunghoon, meskipun sedikit terkejut dengan pertanyaan prajurit itu, tetap tenang dan menatap prajurit dengan sikap ramah. "Maafkan kami atas kebingungan ini," katanya dengan suara yang hangat. "Saya adalah Pangeran Sunghoon dari kerajaan sebelah. Saya dan Pangeran Jaeyun memiliki kepentingan yang sama dalam perjalanan ini, dan saya senang bisa membantu beliau."

Prajurit itu mengangguk mengerti, meskipun masih ada keraguan yang terpancar dari tatapannya. Namun, setelah mendengar penjelasan dari Jaeyun dan Sunghoon, ia merasa sedikit lega. "Saya memahami, Pangeran Jaeyun dan Pangeran Sunghoon," ucapnya dengan suara yang penuh dengan rasa hormat. "Terima kasih atas penjelasannya. Apakah saya bisa membantu Anda dengan sesuatu lagi?" Jaeyun dan Sunghoon menggeleng, menyatakan bahwa mereka sudah cukup diurus.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

"Lapor," jawab salah satu prajurit "Patroli kalian di hari ini sudah sampai sini," ucap kepala prajurit disana, reflek semua bawahannya itu membungkukkan badan berartian setuju. Namun ada salah satu prajurit yang tak membungkukkan dirinya seperti kawannya yang lain, "Hei, prajurit magang" tegas kepala prajurit tersebut "Siap," jawabnya "Kalau tidak salah kau bernama Riki ya, prajurit magang" anak yang dipanggil Riki tersebut mengangguk "Ada apa dengan dirimu? mengapa tak menghormati diriku seperti yang lainnya, hah!" keras kepala prajurit itu.

"Riki, segera membungkuk dan meminta maaf lah," ucap prajurit disebelahnya, Riki menghiraukannya. "Dasar bedebah cilik" umpatnya. "Lapor, pak" lantang Riki "Saya ingin melaporkan bahwa Pangeran Jaeyun telah kembali bersama orang asing yang bernama Pangeran Sunghoon" ucap Riki. Kepala prajurit menatap Riki dengan tatapan yang penuh dengan ketidakpuasan. "Kamu berani sekali menyebut nama Pangeran Jaeyun dengan begitu sembrono," katanya dengan suara yang keras, menyiratkan ketidakpuasan yang dalam.

Kepala prajurit menghela nafas dengan frustrasi, tetapi akhirnya mengangguk. "Baiklah, Anda dapat pergi. Saya akan menyelidiki laporan ini lebih lanjut," kata kepala prajurit dengan suara yang agak reda. Riki memberikan salam hormat dan meninggalkan tempat itu dengan langkah tegap. Meskipun ia menyadari bahwa tindakannya mungkin akan berdampak pada dirinya, ia tetap yakin bahwa ia telah melakukan yang benar dengan melaporkan apa yang ia lihat.

Riki hampir menutup pintu ruangan pertemuan antar prajurit ketika ia tiba-tiba dikejutkan oleh kehadiran Jungwon, pelayan pribadi Pangeran Jaeyun. Matanya membulat kaget dan ia sedikit terhenti dalam gerakannya. Jungwon berdiri di ambang pintu dengan ekspresi yang serius, memancarkan aura keteguhan dan keputusan. "Prajurit Riki," ucapnya dengan suara yang tenang namun tegas. "Saya perlu berbicara dengan Anda sebentar mengenai laporan yang Anda sampaikan." Riki menatap Jungwon dengan penuh keheranan, tidak terbiasa dengan intervensi dari seorang pelayan dalam urusan militer. Namun, ia tidak berani menolak permintaan Jungwon karena ia tahu bahwa kedudukan Jungwon sebagai pelayan pribadi Pangeran Jaeyun memberinya otoritas yang tak terbantahkan dalam hal-hal yang berkaitan dengan Pangeran.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Kepala prajurit memasuki ruang kerja Raja Sim dengan langkah mantap. Raja Sim duduk di singgasananya, wajahnya menunjukkan ekspresi yang serius dan tegas. Begitu kepala prajurit mengucapkan salam hormat, Raja Sim mengangguk singkat sebagai tanda persetujuan untuk melanjutkan. "Demi apa kau mengganggu ketenangan ini?" tanya Raja Sim dengan suara yang tenang namun penuh dengan otoritas. Kepala prajurit menatap Raja Sim dengan serius. "Saya datang untuk melaporkan sesuatu yang penting, Raja," jawabnya dengan tegas. "Prajurit magang, Riki, telah melaporkan bahwa Pangeran Jaeyun kembali ke kerajaan bersama seorang pria yang bernama Pangeran Sunghoon." Raja Sim mendengarkan dengan seksama, namun ekspresinya tetap tak berubah. Namun, saat nama "Pangeran Sunghoon" disebutkan, ada kilatan kejutan singkat di matanya. Meskipun ia mencoba untuk menyembunyikan reaksinya, kepala prajurit dapat melihat bahwa Raja Sim tidak asing dengan nama tersebut. "Dapatkah kau memberikan deskripsi lebih lanjut tentang pria itu?" tanya Raja Sim dengan suara yang tenang namun penuh perhatian. Kepala prajurit memberikan deskripsi singkat tentang Pangeran Sunghoon, menjelaskan bahwa ia adalah pangeran dari kerajaan tetangga yang dikabarkan diasingkan karena kutukan yang diduga diturunkan dari leluhurnya. Raja Sim mendengarkan dengan serius, merenungkan informasi yang baru saja ia terima. Setelah mendengarkan laporan tersebut, Raja Sim berpikir sejenak sebelum akhirnya memberikan perintah. "Lanjutkan penyelidikanmu terhadap kedatangan Pangeran Jaeyun dan Pangeran Sunghoon. Beritahukan saya segera jika ada perkembangan lebih lanjut," ucapnya dengan suara yang mantap. Kepala prajurit memberikan salam hormat dan meninggalkan ruangan, meninggalkan Raja Sim dalam pikirannya yang dalam.

Saat kepala prajurit pergi, suasana ruangan menjadi hening. Namun, tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan dua sosok muncul di ambang pintu: Pangeran Jaeyun dan Pangeran Sunghoon. Kehadiran mereka mengundang pandangan kaget dari Raja Sim, yang tidak mengharapkan kedatangan mereka pada saat itu.

Saat Pangeran Jaeyun dan Pangeran Sunghoon tiba-tiba muncul di ruangan, Raja Sim berpura-pura kaget. Ia mengalihkan pandangannya sebentar seolah tidak mengenali mereka, lalu dengan cepat bergerak mendekati Jaeyun dan memeluknya. Jaeyun terkejut dengan reaksi ayahnya yang tiba-tiba ini, sebab sebelumnya Raja Sim selalu menolak mentah-mentahnya. Namun, dalam kejutan itu, ia merasa hangat oleh pelukan ayahnya. Sementara itu, Sunghoon yang melihat adegan tersebut merasa ada yang tidak beres. Ia merasa ada ketidakcocokan antara sikap Raja Sim yang pura-pura kaget dengan perilaku hangatnya terhadap Jaeyun. Meskipun begitu, wajah Raja Sim menarik perhatiannya, membuatnya merasa seperti pernah melihatnya sebelumnya. Raja Sim melepaskan pelukannya pada Jaeyun dan menatapnya dengan tulus. "Jaeyun, Ayah sangat merindukanmu," ucapnya dengan suara yang penuh emosi. "Ayah senang kau kembali." Jaeyun tersenyum ragu-ragu, masih terkejut dengan sikap ayahnya yang baru. Namun, ia merasa hangat oleh kata-kata dan pelukan Raja Sim. "Aku juga merindukanmu, Ayah," jawabnya dengan lirih. Sunghoon melihat interaksi antara Jaeyun dan Raja Sim dengan rasa haru. Meskipun ia masih bingung dengan sikap pura-pura kaget Raja Sim, ia merasa senang melihat hubungan hangat antara ayah dan anak itu.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶


-qfs

0 comments:

Post a Comment