"Eh, hai" sapanya canggung. "Selamat buat kelulusanmu ya," gadis itu tersenyum ramah. "Makasih, Rama," jawab Manda dengan senyuman. "Kembali," balas Rama. Manda memandangi Rama, merasa ada yang ingin dia katakan dengan serius. "Kamu gak ngumpul sama teman-temanmu yang lain?" tanyanya. "Ini lagi nunggu temen, iya temen hehe," jawab Rama dengan canggung. "Owh," singkat Manda. "Ada yang salah, kah?" tanya Manda dengan lembut.
Rama menggeleng pelan. "Enggak, enggak ada yang salah. Lanjutin ngobrolnya sama temannya, aku di sini sampai temanku dateng," jawabnya dengan canggung. Manda mengangguk, meskipun dia tidak benar-benar percaya bahwa itu semua yang ada di pikiran Rama. "Kamu tahu kamu bisa curhat padaku jika ada masalah, kan?" Rama tersenyum kecut. "Iya, aku tahu. Terima kasih, Manda."
....
"Ayo move on, Ram. Masa dari tahun lalu lalu ngomong mau move on gak jadi jadi, hayo galau" kecoh Bian "Yakin mah kalo kali ini, kayaknya" Rama mengulum bibirnya sendu "Masbro masbro. Sudahi galau mu, mari kita ngopi" seru Bian.
"Ma, lo udah ada rencana mau kuliah apa langsung kerja" tanya Andre pada Rama, namun Rama hanya diam, terlarut didunia nya sendiri. "Buset bi, itu sahabat lo kenapa?" ucapnya pada Bian "Gatau sumpah. Paling tu anak galau, gegara info terbaru tentang Manda" jawab Bian "Oh iya ya. Tapi siRama itu udah gak bisa ngapa ngapa lagi ya, karna udah asing" seru Andre. Terasa disindir, Rama melempar tisu ke arah muka Andre "Kalo mau nyindir jangan dibelakang orangnya dong, ngomong didepannya langsung" kesal Rama "Ini udah didepan, yakali ngomong dibelakang. Lo kira gua cowok apaan" jail Andre "Banci" jawab Rama.
One years ago
"Kamu itu pacaran apa sama si Rama Rama itu? perasaan tiap hari deket banget kek gula ma semut" ujar Bunga "Hei, aku sama Rama cuman temen. Yakali aku ada perasaan jauh sama dia, no no way" jawab Manda "Masa sih, walau aku minus ni. Masih bisa liat kalo kamu itu ada rasa sama Rama no debat no kecot" timpal Manda "Gak, aku aja pdkt sama Dion. Gak mungkin aku ada perasaan sama temen kecil" sewot Manda. "Oh berati si Rama yang suka sama kamu, karena dia deket ma cewek cuman sama kamu sisanya dia gak tertarik loh" kata Bunga "Betul tu betul" timpal Sarah.
"Hallo, boleh gabung gak?" tanya Rama tiba tiba. "Hoi! cowo dilarang mendekat" kata Sarah "Bener, kamu cowo apa cewe? kok suka nimbrung gitu" timpal Bunga. Rama terkekeh pelan, "Gitu ya, oke deh" jawab Rama. Saat Rama ingin pergi, Manda cengkram pelan seragam Rama "Kenapa Man?" tanya Rama "Nanti pulang gak usah anterin aku lagi," jlebb hati Rama terbelah menjadi dua. "Kenapa emangnya? nanti kalo bunda nanya gimana?" cemas Rama "Kita agak jaga jarak ya, maksutku, aku takut kalo kita dibilang pacaran sama satu sekolah. Jadi-" Manda belum melanjutkan ucapannya sudah disela oleh Rama "Oh, yaudah sih" dengan cepat ia melepaskan genggaman Manda yang berada diujung seragamnya dan pergi menghilang.
Dua sahabat Manda yang melihat itu hanya diam menyimak. Sungguh drama anak sekolahan batin Bunga dan Sarah.
Pulang sekolah
"Aduh Rama Rama. Kok bisa tadi pas razia kamu ketauan bawa rokok?" ucap guru BK "Maaf pak," tunduk Rama. Ia merasa tidak pernah merokok dari kecebong tapi kok tiba tiba ada bungkus sama koreknya di tasnya. "Ini peringatan yang pertama, kalo ketauan untuk kedua kalinya. Bapak tak segan segan untuk memanggil kedua orang tuamu." tegas guru BK "Ya pak, maaf sekali lagi."
"Rama? kok kamu bisa keterlaluan gitu? kamu lupa sama janji dulu?" geram Manda. Rama melihat kearah Manda, tak lupa ada Dion disebelah Manda menemani. Manda menatap Rama dengan ekspresi marah yang tidak tertahankan. "Rama, ini sungguh keterlaluan! Kamu selalu saja mengacaukan segalanya. Apa yang ada di pikiranmu?!" Rama merasa tertekan oleh kemarahan Manda. "Manda, aku beneran gak tau kok bisa rokok itu masuk ke dalam tasku. Dan aku gak ngelakuin itu, sumpah."
Manda menggeleng frustasi. "Udahlah, aku capek Ma. Alasanmu selalu gak bener dan gak masuk akal, jelas jelas itu ada-" Manda frustasi melihat kelakuan sahabatnya ini. Rama merasa hatinya ditusuk panah tajam dan menempel dihatinya. Manda hanya menghela nafas kesal. "Lakukanlah apa yang kamu mau. Aku harap kamu bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik sebelum hal-hal menjadi lebih buruk." Manda pergi dari situ meninggalkan Dion dan Rama. Dion tersenyum "Kasiannya." ejeknya pada Rama lalu kabur mengejar Manda.
Malamnya
Rama memasuki kamarnya. Ia duduk di kursi meja belajarnya lalu mengambil sebuah kotak, lalu ia mengeluarkan sebuah polaroid yang sudah disusun rapi. "Kamu berubah Man," sendu Rama. Ia mengusap usap wajah Manda dipolaroid itu. Rama mengambil hp nya lalu membuka kontak milik Manda.
"Hallo?" ucap sebrang. "Hallo," panggil Rama. "Kenapa?" tIba tiba suara milik milik Manda berubah dingin "Maaf ganggu, besok bisa ketemu gak pulsek?" ragu Rama. Manda terdiam sejenak di ujung telepon, sepertinya mempertimbangkan permintaan Rama. Akhirnya, dia menjawab dengan nada yang sedikit lebih lunak, "Ok."kata Manda singkat setelah itu ia menutup teleponnya sepihak.
Esoknya
"Maaf Man," kata Rama "Buat apa?" tanya Manda. "Untuk masalah kemarin, sama aku ngetreat kamu yang mungkin buat satu sekolah salah paham," ucap Rama, mencoba menjelaskan. Manda diam sejenak, tampaknya ingin menyelanya. Namun, Rama tak mau kehilangan kesempatan untuk berbicara.
"Tapi sebelum aku menjauh, aku harus berterus terang. Jujur, aku rasa pertemanan kita seharusnya tidak terjadi. Kita tahu, hubungan pertemanan antara lawan jenis seringkali berkembang menjadi lebih dari sekadar pertemanan." Kata-kata Rama terputus oleh suara Manda yang membuang nafas panjang.
"Ngomong langsung ke intinya, tanpa basa-basi. Jadi, kamu suka ma aku?" kata Manda tegas, memotong ucapan Rama. Rama merasa seperti hatinya tersentak. "Ya, tepat sekali," ucapnya dengan canggung, hatinya berdesir dalam-dalam.
....
"Hah? seorang Rama anak dari tante-. I mean, kok bisa seberani itu?" ucap Andre "Lanjutin, Ram" timpal Bian. "Keliatan kan dari mukaku?" ketus Rama tapi masih ada nada nada sendu "Oh iya, lanjutin galau nya" jawab Andre "Kalo butuh tempat curhat, ada kami" timpal Bian "Ya, trims." setelah itu Rama melanjutkan diam dan berlarut ke dunianya sendiri.
Malamnya
"Dre, yang bener aja, anaknya lagi galau kamu ajak ke karauke?" ketus Bian "Justru itu, dia harus luapin kesini biar dia lebih relaks" jawab Andre "Lo emang gila ya-" belum sempat melanjutkan Rama merangkul kedua temannya itu "Kita kan teman, nggak ada salahnya menghabiskan waktu bersama di tempat yang menyenangkan, kan?" katanya sambil mengajak mereka masuk ke dalam ruangan karaoke.
Bian dan Andre saling bertatapan sebelum akhirnya tersenyum mengikuti Rama. "Kamu benar, Rama," kata Andre sambil mengangguk. "Kita memang butuh waktu bersama untuk melepas penat." Bian menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Kamu memang gila, Rama, tapi inilah yang membuatmu istimewa." Mereka bertiga kemudian masuk ke dalam ruangan karaoke dengan semangat, siap untuk menikmati malam bersama dengan lagu-lagu favorit mereka.
....
Rama menangkap mikrofon dengan semangat, lalu memulai lagu "Juicy Luicy" dengan penuh semangat. Dia menutup mata, membiarkan dirinya terbawa oleh melodi dan lirik lagu tersebut. Dengan setiap nada yang dinyanyikannya, dia merasakan dirinya terhubung dengan emosi yang tersirat dalam lirik-lirik lagu itu.
Sambil Rama menikmati momen tersebut dengan sepenuh hati, Bian dan Andre, teman-temannya, tak bisa menahan tawa mereka. Mereka merasa senang melihat Rama begitu terbawa dalam lagu tersebut, dan mereka pun merekam momen itu dengan ponsel mereka sambil tertawa-tawa.
Rama sama sekali tak peduli dengan tawa-tawa teman-temannya. Dia hanya fokus pada lagu yang dinyanyikannya, membiarkan emosi mengalir begitu saja. Setiap lirik yang diucapkannya terasa seperti ungkapan dari hatinya sendiri.
Ketika lagu selesai, Rama membuka mata dengan senyum puas di wajahnya. Dia merasa begitu lega dan bersemangat setelah melepaskan semua emosinya melalui lagu itu. Melihat reaksi positif dari teman-temannya, Rama merasa bahagia bahwa mereka bisa menikmati momen tersebut bersama-sama.
"Lega!" teriak Rama dengan semangat, senyumnya merekah di wajahnya. Ia merasa seperti sebuah beban telah terangkat dari pikirannya. Bian dan Andre tertawa melihat antusiasme Rama. Mereka merasa senang melihat teman mereka begitu bersemangat dan bahagia.
"Kamu hebat, Rama!" puji Bian sambil memberikan tepukan di bahu Rama. Andre mengangguk setuju. "Bener, kamu bener bener menghayati lagunya. Keren!" Rama tersenyum lebar, merasa bangga dengan penampilannya. "Makasih. Kalian juga membuat malam ini jadi lebih menyenangkan." Mereka bertiga kemudian melanjutkan malam mereka dengan tertawa dan bernyanyi bersama, menikmati setiap momen bersama sebagai teman yang solid.
Besoknya saat istirahat
Rama menarik napas dalam-dalam saat melihat Manda dan Dion bersama-sama di sekolah. Dia merasa sesak di dada, meskipun mencoba menutupi perasaannya dengan senyuman. Tapi, kadang-kadang tingkah laku mereka yang bersama-sama dan terlihat akrab membuat Rama merasa cemburu dan sedih.
Dia mencoba untuk tidak memperlihatkan perasaannya di depan mereka, tetapi di dalam hatinya, dia merasa hancur. Rama berusaha memalingkan pandangannya dan fokus pada tugas-tugas sekolahnya, mencoba mengabaikan kehadiran Manda dan Dion di sekitarnya.
Namun, beberapa kali, Dion menyapa Rama dengan suara kencang atau memberi ejekan yang membuat Rama semakin merasa tidak nyaman. Rama mencoba untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh, tetapi rasanya semakin sulit untuk menyembunyikan perasaannya.
"Hoit!" lamunan Rama bubar akan kehadiran Andre "Ngelamun bae, liatin sapa?" Andre menelusuri sudut mata Rama yang sedang melihat dua sejoli itu. "Ohhh, waduh. Jangan diliatin terus napa, nanti makin nyes loh" ucap Andre, "Ah, bukan apa-apa, Andre. Hanya memikirkan tugas sekolah saja," ucapnya, mencoba menutupi perasaannya.
Andre mengerutkan kening, tidak sepenuhnya yakin dengan alasan Rama. "Kalo gitu kenapa muka lo kayak habis liat hantu? Ada yang bikin lo ga enak hati?" tanyanya dengan nada penasaran. Rama menggeleng cepat. "Gak, gapapa. Aku baik-baik aja," jawabnya dengan suara yang coba terdengar yakin. Andre meng oh ria, seolah-olah mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "Baiklah, kalau kamu bilang begitu."
"Btw mana Bian?" tanya Rama sambil liat kesekeliling Andre "Hah? ku kira dia bareng sama kamu" jawab Rama. Mereka berdua dikejutkan dengan keberadaan Bian tiba tiba, "Heh ngagetin aja!" desus Andre "Itu-" ucap Bian sambil ngos ngos an, "Tarik nafas" Bian menarik nafasnya "Buang" lalu ia membuangnya "Nah sekarang ucapkan kenapa," ujar Rama. Bian menunjuk nunjuk kearah jendela "Itu si Dion kakel, nembak Man-" belum sempat lanjut ngomong si Rama udah nyelonos kearah jendela buat liat kejadiannya.
Rama, dan Andre terkejut mendengar pengakuan dari Bian. Mereka segera tertarik untuk melihat ke arah jendela, ingin tahu apa yang sedang terjadi. Mereka berdiri berdempetan di dekat jendela, mencoba untuk tidak terlihat oleh Dion dan Manda yang berada di luar. Mereka melihat Dion dengan wajah tegang, tampaknya sedang berbicara dengan serius kepada Manda yang terlihat agak terkejut.
"Apakah dia...?" bisik Rama, matanya terpaku pada pemandangan di luar. Bian mengangguk cepat. "Ya, dia sedang mengungkapkan perasaannya pada Manda." Andre menarik nafas dalam-dalam. "Ini membuat semuanya semakin rumit."
Rama merasa seperti hatinya terhentak. Dia tidak tahu apa yang harus dia pikirkan atau rasakan. Melihat Manda dan Dion bersama-sama di luar sana, dengan Dion menyatakan perasaannya, membuatnya merasa campur aduk. Rasanya seperti sebuah pukulan di perutnya.
Di rumah Bian
"Terus apa penjelasan dari Manda?" kepo Andre "Iya, mereka resmi pacaran." jawab Rama. byurr.. air yang sedang diminum oleh Bian tersembur begitu saja kekarpet kamarnya, "Hah apa apa? resmi? kok bisa," kaget Bian "Mana kutau, pas kutanya itu dia jawab itu mana pas aku nanyain kayak aku masih gamon ma dia haha" sendu Rama "Sudahlah," ucap Andre sambil menepuk nepuk punggung Rama "Sedih plus galaunya jangan berkelanjutan, gak baik. Nanti kambuh loh maagnya" lanjutnya "Hmm, trims."
"Dimakan cemilannya, maafin tante ya cuman kasih segini aja." kata Mama dari Bian "Gapapa tante, ini udah lebih dari cukup" jawab Andre, "Makasih ya tante." serontak Andre dan Rama saling menatap lalu tertawa. "Ada ada aja, sama sama nak. Nikmati ya" setelah itu Mama dari Bian pun pergi meninggalkan mereka bertiga. "Oi, mau main PS gak?" tanya Bian. "Gas!" jawab Rama dan Andre
....
"Aku pulang dulu ya," kata Rama pada keduanya. "Kok cepet? kita juga belum kerkom," saut Andre "Iya sih, cuman aku takut si Lou kelaperan" jawab Rama, "Loh Lou dah pulang?" tanya Bian "Iya. Perasaan Rama udah ngestory in Lou deh, masa belum liat" ujar Andre. "Oh iya, kemarin aku sibuk euy sama ekskul gak sempet buka hp." jawab Bian "Yaudah kapan kapan kerumahku gih, ntar bisa ketemu Lou. Btw dia udah gak kayak kain pel lagi, udah kinclong" ucap Rama. "Okdeh" kata Andre "Besok besok aku kesana oke, dadah" ucap Bian.
Dirumah Rama
"Malem, Mi, Pi," sapa Rama sambil melepas sepatu di pintu, baru saja kembali dari rumah Bian. "Semangat ya, nak," tiba-tiba ucap Papi Rama, mengejutkannya sedikit. "Buat apa, Pi?" tanya Rama, agak bingung. "Buat ujianmu dong, kok pake nanya," saut Mami Rama sambil tersenyum. Rama mengangguk, berusaha menunjukkan semangat meskipun pikirannya masih kacau. "Oh, iya. Makasih, Mi, Pi."
Namun, sebelum Rama sempat bergerak lebih jauh, Papi-nya melanjutkan, "Selain itu, semangat juga ya. Papa lihat di postingan Instagram tadi. Manda udah pacaran ya?" Rama merasakan sakit yang tajam di dadanya. "Haha, iya, Pi. Mereka pacaran dari pagi tadi," jawab Rama dengan tawa yang dipaksakan. "Waduh, anak Mami nggak apa-apa kan?" timpal Mami Rama sambil mengusap lembut rambut hitam anaknya. "Kamu kuat, Rama. Jangan terlalu dipikirkan ya."
Rama terkejut mendengar perhatian dari orang tuanya, tapi dia merasa hangat. "Iya, Mi. Aku baik-baik aja kok. Malah, mungkin ini bagus buat aku. Lebih gampang move on." Mami dan Papi Rama tersenyum dengan penuh kasih sayang, memberi dukungan tanpa banyak kata.
....
Kamar Rama yang bernuansa biru dongker terasa tenang dan nyaman, dengan lukisan foto masa kecilnya yang dipajang indah di dinding, memberikan sentuhan nostalgia. Ia menaruh tasnya sembarangan di dekat meja belajar, merasa lelah dan banyak pikiran mengganggu benaknya.
Memutuskan untuk mandi agar lebih rileks, Rama mengambil handuk dan segera menuju kamar mandi. Air hangat yang mengalir di tubuhnya membantu meredakan ketegangan dan memberikan sedikit ketenangan setelah hari yang penuh emosi.
Sementara itu, di kamarnya, ponsel Rama yang diletakkan di atas meja terus-menerus bergetar dengan notifikasi yang masuk. Pesan-pesan dari teman-temannya, update media sosial, dan mungkin juga beberapa panggilan tak terjawab mulai menumpuk tanpa disadari oleh Rama.
Selesai mandi, Rama merasa sedikit lebih baik. Ia mengeringkan tubuhnya dan mengenakan pakaian yang nyaman sebelum kembali ke kamarnya. Saat duduk di tempat tidur, ia akhirnya menyadari banyaknya notifikasi di ponselnya. Dengan rasa penasaran, ia mengambil ponsel dan mulai memeriksa pesan-pesan yang masuk.
Ada beberapa pesan dari Andre dan Bian, yang masih membahas kejadian di sekolah tadi. Mereka mengirim pesan-pesan penyemangat dan beberapa meme lucu untuk menghibur Rama. Selain itu, ada beberapa notifikasi dari media sosial, termasuk beberapa update dari teman-teman sekelasnya yang membicarakan hubungan baru antara Manda dan Dion.
Rama menghela napas panjang, merasa sedikit terbebani oleh semua informasi itu. Namun, dia juga merasa beruntung memiliki teman-teman yang peduli padanya. Dengan tekad baru, Rama memutuskan untuk fokus pada hal-hal positif dan perlahan mulai move on dari perasaannya terhadap Manda.
Empat bulan kemudian
Sabtu pagi, adalah hari yang paling ditunggu oleh semua orang termasuk Rama. Ia baru bangun dan kebangun karena notifikasi grup yang menumpuk dari tadi malam hingga pagi ini. "Ayo jogging," vn dari Andre dan dibalas oleh Bian "Mau sampe seratus kali ngajak jogging, paling elu duluan yang kebo" balas Bian. "YEUUU, biar. Tapi besok itu sungguhan, demi temanku Rama, yagak?" saut Andre "Udah bobok anaknya, liat tu ketikkannya udah kek ceker ayam typo melulu." jawab Bian. Rama dipagi hari sudah bahagia akibat perilaku teman temannya ini. "Ada ada aja si" batin Rama.
Tok.. Tok..
"Rama, ini ada Bian sama Andre. Tanyain gih, pagi pagi kok udah dateng bertamu" ucap sang Mami dari Rama dari balik pintu "OH, oke Mi. Lima menit Rama turun."
....
"Iya tante, maaf repotin pagi pagi" ramah Bian "Gak usah sungkan, kayak sama siapa aja" jawab Mami Rama, mereka berdua tertawa pelan. "Oi, ini beneran jogging?" teriak Rama dari atas kepada dua temannya itu "Heh, Papimu masih dialam mimpi. Bisa bisanya teriak, turun!" tegas Mami Rama, dua anak yang melihat itu tertawa puas.
"Aduh.. sakit Mi" kesal Rama "Lain kali jangan teriak teriak pagi pagi" ucap Mami Rama "Hmmmm". "Ayo, Tante kami pamit dulu ya" ujar Bian "Sampai jumpa lain waktu te" ramah Andre
Diperjalanan jogging
"Aduh, aduh" sesal Andre "Napa Ndre?" tanya Bian, Andre memegang lututnya "Kaki guwa sakit," ucapnya "Hek eleh, kaki yang sakit yang dipegang lutut. Yang pinter kalo nyari alasa euy" kata Bian sambil memukul bahu Andre hingga jatuh ketanah "Makin sakit ni, aduh.. aduhh" keluh Andre alay.
Rama menoleh kebelakang. "Kenapa kenapa?" tanya Rama bingung "Tinggalin aja ni Andre, alay banget edan" jawab Bian kesal "Lah napa," bingung Rama "Auk lah, aku duluan" setelah itu Bian pergi dahulu meninggalkan Rama dan Andre berdua.
Andre melihat ke Rama "Hehe" kekehnya " kekeh Andre, "Cepet berdiri, 1.. 2.." ujar Rama. Sebelum itungan ke tiga Andre sudah berdiri dan langsung lari pergi meninggalkan Rama. "Heh!" teriak Rama, saat ia ingin menyusul mereka berdua ia di salfokkan oleh sesuatu.
....
"Minta minumnya, Bi" Bian memberikan sebotol air putih buat Andre. "Eh, liat Rama gak? kok dia gak nongol nongol ya" tanya Bian "Hah, oh. Gatau, tadi kutinggal sendiri haha" kata Andre "Paling bentar lagi kesini," belum sampe semenit Andre mengatakan itu, mereka berdua melihat sesosok Rama tiba dengan wajah sedih.
"Lu ngapa pake ninggalin guwa si!" kesal Rama ke Andre "Lah," jawab Andre "Udah udah, kamu kenapa dateng nya agak lama?" tanya Bian. Rama mengusap wajahnya kasar, "Lu pada mau tau? aku tadi...
("Puss, meong" panggil Rama pada seekor kucing tersesat "Waduh kucing siapa ini, kok kayak mahal gini. Mayan nih kalo dijual" sesat Rama. Saat ia berniat mengambil kucing itu ia dikejutkan oleh sebuah tangan. "AKH" kagetnya, sontak kucing itu kaget dan kabur lagi. "Siapa lu-" dreg batin Rama "Yah, itu kenapa kucingnya gak ditangkep cepet si?" kata Manda "O-oh, itu kucing mu?" canggung Rama "Iya, kucingku" jawab Manda. Rama menyesal telah mengejutkan kucing itu, tapi seingatnya dan terakhir kali kerumahnya Manda ia tak pernah memiliki hewan peliharaan tapi ini tiba tiba ia mengakui bahwa itu kucing miliknya. "Maaf ya, maksutku maaf karena udah bikin kucingmu kabur lebih jauh. Tapi-" patah patah si Rama ngomong "Aduhh. Kamu bantu aku cari sama nangkep dia dong, nanti Ka Dion marah kalo kucing itu kabur" blup batin Rama "Hah? apa? Dion?" Rama memastikan kembali "Iya! itu kucing hadiah dari Dion buat anniversary kita" wow hatinya sekarang seribu banding seratus kali lipat sakitnya batin Rama)
...gitu deh" kata Rama "Buset, tapi kamu nyariin kucingnya kan?" tanya Andre. Rama mengangguk "Ya, kasian haha" sedih Rama "Ngapain sedih, cuman gitu doang. Eh btw udah jam tujuh, aku pulang dulu ya" ucap Bian "Aku juga, kamu semangat ya move on nya" ujar Andre.
Seminggu setelahnya
"Bi Bi!" panggil seseorang. Bian menoleh kebelakang dan ia menemukan Andre yang memanggilnya barusan. "Napa?" tanya Bian "Aduhhh, aku takut si Rama bakal nerima Manda" katanya "Hah? Kenapa emangnya?" Bian memastikan "Masa kaga tau si, itu si Manda. Dia putus ma Dion woi!" jawabnya.
....
"Rama, maafin aku ya waktu dulu itu." sesal Manda "Gapapa, Man. Aku udah maafin kok.." ucap Rama "Sungguh?" Rama menganggukkan kepalanya "Kalo gitu, aku ambil kata kataku yang dulu. Kalo aku suka sama Dion," ucap Manda "Kenapa?" tanyanya bingung "Karna ternyata, aku suka sama kamu. Dulu aku gak sadar jadi sekarang" ngaku Manda. "Hah?" bloon Rama "Ih," kesal Manda "Bentar. Jadi kamu" pasti Rama "Iya, aku suka sama kamu dan aku mau pacaran sama kamu."
Rama terdiam lama. Otaknya mencoba mencerna kata-kata yang baru saja didengarnya. Manda, yang selama ini ia pikir sudah jatuh cinta pada Dion, kini mengaku menyukai dirinya.
"Aku... aku gak tahu harus bilang apa, Man. Ini semua terlalu mendadak." Manda menggigit bibirnya, merasa sedikit cemas. "Aku tahu, Rama. Aku juga baru menyadarinya. Maaf kalau ini membuatmu bingung. Tapi aku sungguh-sungguh."
Rama menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Tapi Manda, kamu dan Dion..." Manda menggeleng cepat. "Aku udah putus sama Dion. Aku baru tahu kalau dia sebenarnya cowok yang jahat. Aku terlalu buta waktu itu." Rama semakin bingung. "Jahat? Maksud kamu gimana?"
Manda menghela napas, mencoba menjelaskan. "Dia mempermainkan perasaanku, Rama. Dia cuma pacaran sama aku buat pamer ke teman-temannya. Aku baru sadar kalau dia gak benar-benar peduli sama aku. Dan waktu aku tahu itu, aku langsung mutusin dia." Rama terdiam, mencerna apa yang baru saja didengarnya. "Jadi, kamu udah gak sama Dion lagi?"
"Iya, aku udah putus sama dia," tegas Manda. "Dan setelah itu, aku baru sadar kalau aku sebenarnya suka sama kamu. Dulu aku gak sadar, tapi sekarang aku yakin." Rama menarik napas panjang. "Ini semua terlalu banyak untuk aku cerna sekaligus, Man. Aku butuh waktu untuk berpikir. Perasaanku juga campur aduk sekarang." Manda mengangguk, meski sedikit kecewa. "Aku mengerti, Rama. Aku gak mau memaksamu. Aku cuma ingin jujur dengan perasaanku. Ambil waktu yang kamu butuhkan."
Pulang sekolah
Rama berjalan pulang dengan pikiran yang terus bergelayut. Pengakuan Manda mengacaukan hatinya. Meski dia merasa simpati pada Manda, dia juga merasa ada keraguan. Apakah dia benar-benar menyukai Manda, atau apakah dia hanya merasa kasihan?
Setelah beberapa saat merenung, Rama memutuskan untuk mencoba memahami perasaan Manda lebih baik. Dia berpikir, mungkin dengan memulai hubungan dengan Manda, dia bisa mengetahui lebih banyak tentang perasaan dan sikap Manda ketika pacaran. Keputusan ini bukanlah sesuatu yang diambil dengan mudah, tetapi dia merasa ini adalah cara terbaik untuk mendapatkan kejelasan.
Rama mengambil ponselnya dan mengetik pesan singkat kepada Manda. Rama: Hai, Manda. Aku sudah berpikir tentang semua yang kamu katakan. Aku rasa kita bisa mencoba. Aku mau kita pacaran. Tapi aku juga ingin kita jujur satu sama lain dan melihat bagaimana semuanya berjalan. Kamu setuju?
Tak lama kemudian, pesan dari Manda masuk.
Manda: Serius, Rama? Terima kasih! Aku juga ingin mencoba. Aku janji akan jujur dan terbuka sama kamu.
Rama tersenyum kecil. Meski ada keraguan di hatinya, dia merasa ini adalah langkah yang tepat untuk mengetahui perasaannya lebih dalam. Hari-hari berikutnya, Rama dan Manda mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Mereka pergi makan bersama, menonton film, dan melakukan berbagai aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasangan.
Empat bulan kemudian
Hubungan Rama dan Manda mengalami pasang surut seperti pasangan pada umumnya. Namun, suatu hari, setelah pertengkaran kecil tentang hal sepele, Manda tiba-tiba memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.
"Rama, aku rasa kita harus putus," kata Manda dengan nada tegas. Rama terkejut. "Hanya karena kita bertengkar tentang hal kecil ini? Kita bisa membicarakannya, Manda." Manda menggeleng. "Aku pikir kita tidak cocok. Pertengkaran kecil ini hanya memperlihatkan bahwa kita tidak bisa bersama." Rama mencoba menahan emosi, merasa keputusan ini terlalu drastis. "Kamu yakin ini keputusan yang tepat? Aku rasa kita bisa mencoba memperbaikinya."
Namun, Manda tetap pada keputusannya. "Maaf, Rama. Aku sudah memikirkannya. Lebih baik kita putus." Rama akhirnya setuju dengan berat hati. "Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan."
....
Saat nongkrong sama Bian dan Andre. Rama mendengar kabar mengejutkan dari Bian dan Andre. "Heh, Rama. Kamu tahu gak? Manda balik lagi sama Dion," kata Bian dengan nada prihatin. Rama menatap mereka dengan tatapan tidak percaya. "Serius? Baru tadi kita putus." Andre mengangguk. "Iya, katanya mereka udah jadian lagi. Cepet banget, ya."
Rama merasa campur aduk. Dia merasa dikhianati dan marah, tapi juga merasa lega karena hubungan yang tidak tulus itu akhirnya berakhir. Meski sakit hati, dia berusaha menerima kenyataan itu. Bian dan Andre mencoba menghiburnya. "Tenang, Ram. Mungkin ini yang terbaik. Kamu berhak mendapatkan seseorang yang benar-benar tulus sama kamu," ujar Bian. Andre menambahkan, "Iya, loh. Lagian, kita kan selalu ada buat kamu. Yuk, kita cari kegiatan seru buat ngelupain semuanya."
Rama tersenyum lemah, merasa bersyukur punya teman-teman yang selalu mendukungnya. "Thanks, guys. Aku tahu ini berat, tapi aku akan berusaha move on. Ayo, kita cari kegiatan yang seru." Mereka bertiga kemudian memutuskan untuk menghabiskan hari itu bersama, mencoba mengalihkan pikiran Rama dari kekecewaannya. Meski hati Rama masih terasa sakit, dia tahu bahwa dengan dukungan teman-temannya, dia akan bisa melewati masa sulit ini.
Dua bulan kemudian
Rama sedang berada di rumah Andre bersama Bian. Mereka sedang bermain video game ketika ponsel Rama bergetar, menandakan pesan masuk. Tanpa banyak berpikir, Rama membuka pesan itu dan terkejut melihat nama pengirimnya: Manda.
Manda: "Rama, aku gak tahu harus cerita ke siapa lagi. Aku liat Dion jalan sama adekelas kita. Aku merasa sedih dan bingung banget."
Rama menatap pesan itu dengan campuran perasaan. Dia ingat bagaimana Manda dengan mudah memutuskan hubungan mereka dan kembali kepada Dion. Kini, setelah satu bulan, dia datang kembali dengan masalahnya. Andre dan Bian, yang duduk di sebelah Rama, melihat layar ponselnya dan membaca pesan itu.
"Heh, liat siapa yang ngechat," kata Andre dengan nada sinis. Bian mengangguk. "Iya, Manda. Dia cerita tentang Dion lagi?" Rama menghela napas panjang, merasa bingung harus merespons bagaimana. "Iya, dia bilang Dion jalan sama adekelas kita." Andre mendengus. "Udah jelas-jelas Dion emang gak baik buat dia. Tapi kenapa sekarang dia malah curhat ke kamu?"
Bian, yang biasanya lebih tenang, memberikan pandangannya. "Ram, menurutku ini kesempatan bagus buat kamu jelasin semuanya ke dia. Tentang perasaanmu, dan juga tentang bagaimana kamu gak mau terjebak dalam drama mereka lagi." Rama mengangguk, merasa bahwa Bian mungkin benar. Dia memutuskan untuk merespons Manda dengan jujur, meski dia tahu itu mungkin akan menyakiti perasaannya.
Rama: "Manda, aku ngerti perasaan kamu sekarang. Tapi sebenarnya, aku udah merasa was-was tentang hubungan kita sejak awal. Aku tahu kamu sedang kesulitan, dan aku mau membantu kamu. Tapi sejujurnya, aku merasa seperti aku pacaran sama kamu karena kasihan, bukan karena aku benar-benar mencintaimu. Maaf, tapi aku pikir ini bukan hubungan yang tepat untuk kita berdua. Aku harap kamu bisa menyelesaikan ini dengan cara yang terbaik untuk kamu."
Andre dan Bian mengangguk setuju. "Bagus, Ram. Kamu udah jujur sama dia," kata Andre. Bian menambahkan, "Dan kamu juga ngasih dia ruang untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Itu penting."
Beberapa menit kemudian, ponsel Rama kembali bergetar. Pesan dari Manda masuk.
Manda: "Aku ngerti, Rama. Maaf udah ngeganggu kamu. Makasih udah dengerin aku. Aku akan coba bicara sama Dion."
Rama merasa lega. Meski ada bagian dari dirinya yang masih peduli pada Manda, dia tahu bahwa menjaga jarak adalah hal yang terbaik untuk dirinya sendiri. Dia menaruh ponselnya dan kembali fokus pada permainan bersama Andre dan Bian. "Makasih, guys. Kalian benar-benar teman yang baik," kata Rama dengan senyum. Andre menepuk bahunya. "Kita selalu ada buat lo, Ram." Bian tersenyum. "Ayo, kita lanjut main. Lupakan dulu semua drama itu." Hari itu, Rama merasa lebih ringan. Dengan dukungan teman-temannya, dia tahu bahwa dia bisa melewati semua ini dan menemukan kebahagiaan yang lebih tulus dan jujur di masa depan.
Kini genap satu tahun dari kejadian tersebut dan sekarang berada saat kelulusan
Rama: Kok akhir akhir ini aku mimpiin Manda terus ya
Andre: Bilang aja belum move on, sok sok an bilang move on dari jauh hari sebelum pacaran
Rama: Kan biar dikira udah move on, eh kenyataanya
Andre: Mulutmu busuk
Bian: Tau gitu. Dulu gak usah sok sok an move on dari Manda, sekarang pas Dion dah lulus duluan. Si Dion ngirim surat udangan pertunangan si Manda ma Dion digrup osis
Andre: Hayo Rama. Makin berkalut kamu
Rama: Gak ngurus, aku pergi kesekolah dulu. Jan telat awas klian!
Rama menutup ponselnya dengan perasaan campur aduk. Sedih karena masih terus teringat akan Manda, dan marah karena merasa seperti sudah berusaha untuk melupakan masa lalu tapi tetap saja terhantui oleh kenangan itu. Dia merasa frustrasi dengan dirinya sendiri karena belum bisa benar-benar move on.
"Sialan," gumam Rama sambil menghela napas. Dia tahu dia harus menghadapi kenyataan bahwa perasaannya masih belum sepenuhnya pulih dari hubungannya dengan Manda.
Disekolah
Ketika Rama tiba di gerbang sekolah, dia segera melihat Bian dan Andre berdiri di sana, menunggunya. Wajah mereka terpancar dengan senyum ramah, dan Rama lega melihat kehadiran mereka.
"Oi, Rama!" sapa Bian dengan antusias. "Andre dan aku menunggumu," tambahnya, sementara Andre mengangguk setuju. Rama tersenyum lega, merasa hangat dengan sambutan dari teman-temannya. "Hai. Makasih udah nunggu." "Mau kita langsung masuk ke dalam?" tawar Andre, menunjuk ke arah gerbang sekolah. Rama mengangguk. "Baik. Mari kita masuk."
....
"Terakhir kali kita pake seragam ini, ya?" ujar Rama sambil tersenyum kepada Bian dan Andre. Bian mengangguk setuju. "Iya, rasanya kek masih baru kemarin masuk sekolahnya." Andre tertawa. "Waktu begitu cepat"
Mereka berjalan bersama menuju aula sekolah, di mana rekan-rekan mereka sudah berkumpul untuk menghadiri acara kelulusan. Rama merasa sedikit tegang namun juga penuh harap, menyadari bahwa ini adalah awal dari babak baru dalam hidupnya.
Sesampainya di aula, mereka menemukan tempat duduk mereka dan menunggu dengan penuh antisipasi. Suasana di aula dipenuhi dengan semangat dan kebahagiaan, serta sedikit nostalgia akan masa-masa yang telah mereka habiskan bersama selama bertahun-tahun.
Ketika acara dimulai, mereka duduk dengan tegang, siap menerima diploma mereka dan melangkah ke masa depan yang baru. Rama, Bian, dan Andre memandang ke depan dengan keyakinan dan harapan, siap untuk mengejar impian mereka dan menghadapi tantangan yang ada di depan.
Setelah acara berlangsung
Setelah acara kelulusan, Andre, Bian, dan Rama masih berdiri di sudut aula, memperhatikan keramaian. Manda dan Dion terlihat sangat romantis, membuat Rama ragu untuk mendekati mereka. "Rama, kamu harus ucapin selamat ke Manda," kata Andre dengan nada mendesak. Rama menggeleng. "Aku gak yakin, Dre. Takut nyesek ngeliat mereka berdua kayak gitu." "Biarin aja, tunggu waktu yang tepat," timpal Bian sambil mencoba menghibur Rama.
Sambil menunggu, mereka bertiga mulai berfoto-foto dan berpura-pura ngevlog untuk mengisi waktu. Mereka tertawa, bercanda, dan sedikit melupakan kegelisahan Rama. Lima menit kemudian, mereka melihat Dion beranjak pergi, meninggalkan Manda sendirian. Andre menepuk bahu Rama. "Tuh, Dion udah pergi. Sekarang waktunya." Sebelum Rama sempat bereaksi, Bian langsung mendorongnya ke arah Manda tanpa aba-aba. Rama tersandung sedikit tetapi berhasil menjaga keseimbangannya, dan kini berdiri hanya beberapa langkah dari Manda.
"Eh," sapanya canggung. "Selamat buat kelulusanmu ya," gadis itu tersenyum ramah. "Makasih, Rama," jawab Manda dengan senyuman. "Kembali," balas Rama. Manda memandangi Rama, merasa ada yang ingin dia katakan dengan serius. "Kamu gak ngumpul sama teman-temanmu yang lain?" tanyanya. "Ini lagi nunggu temen, iya temen hehe," jawab Rama dengan canggung.
"Owh," singkat Manda. "Ada yang salah, kah?" tanya Manda dengan lembut. Rama menggeleng pelan. "Enggak, enggak ada yang salah. Lanjutin ngobrolnya sama temannya, aku di sini sampai temanku dateng," jawabnya dengan canggung. Manda mengangguk, meskipun dia tidak benar-benar percaya bahwa itu semua yang ada di pikiran Rama. "Kamu tahu kamu bisa curhat padaku jika ada masalah, kan?"
Rama tersenyum kecut. "Iya, aku tahu. Terima kasih, Manda." Manda menatap Rama sejenak sebelum kembali ke teman-temannya, masih merasa ada sesuatu yang belum dikatakan. Sementara itu, Andre dan Bian mengamati dari jauh, tersenyum puas dengan keberhasilan mendorong Rama. Mereka tahu bahwa meskipun hanya percakapan singkat, itu adalah langkah penting bagi Rama untuk maju.
END
-qfs
0 comments:
Post a Comment